by : Roy Sanjaya
category : Opinion
Pengantar:
Beberapa saat yang lalu saya sempat menjumpai pertanyaan ini terpampang pada sebuah forum di internet (yang sayangnya saya lupa namanya) yang mempertanyakan hal ini. Oleh karena itu adalah suatu hal yang sangat menarik bagi saya untuk memberikan pendapat saya sehubungan dengan hal-hal yang ada di atas. Perlu diingat bahwa keberadaan opini saya ini bukanlah suatu dukungan atas Marxisme atau sejenisnya tapi hanya pandangan saya dilihat dari kacamata orang ketiga yang berada di luar ruang lingkup itu apalagi dengan mengingat bahwa Indonesia adalah negara berdasar pancasila yang senantiasa diingatkan oleh Presiden Soekarno dalam beberapa pidatonya.
Dalam kaitannya dengan kedudukan kaum Marxis di pemerintahan Indonesia
Berbicara tentang keterlibatan kaum marxis dalam pemerintahan. Saya memandang bahwa tak ada yang salah dalam keterlibatan itu, bahkan sebenarnya ada beberapa poin positif yang dapat digunakan oleh kaum marxis dalam menjalankan tujuannya dengan mendapatkan posisi di pemerintahan. Hal ini dikarenakan makna dari suatu revolusi itu sendiri, menurut saya suatu revolusi tidaklah suatu hal yang harus selalu berlangsung dari luar pemerintahan, akan tetapi bisa juga terjadi dari dalam pemerintahan itu sendiri sebagaimana cara yang pernah digunakan oleh PKI pada pemerintahan silam. Bahkan akanlah sangat efektif dalam menwujudkan apa yang menjadi tujuan marxis jika dilakukan dari dalam pemerintahan.
Meski demikian, hal itu juga perlu dikaitkan dengan cara serta upaya yang perlu digunakan oleh kaum marxis dalam memperbesar pengaruhnya sebab berbicara tentang pemerintahan sebenarnya hanyalah berbicara tentang pengaruh dalam membawa negara pada suatu arah yang diinginkan, oleh karena itu dirasa perlu juga untuk tidak hanya menduduki badan DPR saja melainkan harus mampu untuk menempatkan posisi kaum marxis di dalam beberapa badan kekuasaan lain.
DAlam kaitannya dengan hal ini, maka saya bisa melihat suatu reaksi berantai dalam mencapai kekuasaan tertinggi dan dalam mencapai sebuah kekuasaan yang diinginkan, cara2 radikal bukanlah suatu cara efektif lagi untuk bisa mencapai tujuan (ingat beberapa ormas pendukung pemerintah) dan cara itu tentunya akanlah sangat efektif jika kita memulai dari badan legislatif yang pada beberapa tahun ini tampil dominan dalam kegiatan negara dan bahkan terkadang tampak diatas badan eksekutif. Atas dasar inilah akan dirasa sangat efektif jika semua ini dimulai dari DPR sebagai awal dalam mendominasi.
Perihal konsistensinya dalam pemerintahan, hal ini sebenarnya kembali pada kaum marxis yang menduduki posisi dalam pemerintahan yang berkuasa, apakah mereka akan disilaukan oleh kehidupan borjuis yang sekarang menguasai pemerintahan serta kelompok kanan yang turut mendukungnya (saya melihat adalah demikian). Meski demikian, bagaimana caranya sebab sebagaimana kita tahu bahwa sebagian besar kaum penguasa sangat bertentangan dengan kaum marxis? Akankah gerak gerik kaum marxis menjadi terbatas? jelas ya....hal ini juga mengingat keberhasilan pemerintah mengindoktrinasi masyarakat untuk menciptakan suatu pandangan bahwa anti Marxis. Jadi bagaimana agar tampak konsisten?
Machiavelli dalam buku The Prince secara garis besarnya adalah halal untuk menggunakan segala cara guna mencapai tujuannya sebagaimana Stalin dalam mempertahankan kekuasaannya. Jadi bagaimana dan apa kaitannya dengan konsistensi kaum Marxis di pemerintahan? Seorang yang memiliki akal tentunya tidak akan terang-terangan mengakui hal itu di depan pemerintah bukan? Jadi berkoalisi dan bahkan mendukung salah satu pihak kuat dalam pemerintahan tidaklah selalu dikatakan sebagai penyimpangan mengingat bukanlah tidak mungkin untuk mencantumkan gagasan-gagasan Marxis dalam setiap langkah pemerintah dalam hal itu.
Hal ini juga perlu mendapat dukungan dari kaum Marxis di luar lingkunga kekuasaan seperti layaknya beberapa serikat buruh (yang murni adalah serikat buruh) sebagai perpanjangan tangan kaum marxis di pemerintahan kepada masyarakat guna memperkuat pengaruh kaum marxis tidak hanya di dalam tetapi di luar. Jadi secara garis besarnya adalah jika kaum marxis mendapat bagian dalam kekuasaannya bukan berarti ini menjadi anggota kaum berkuasa akan tetapi lebih pada memperkuat pengaruh dari marxisme itu sendiri sebab kedudukan serta kuatnya posisi pemerintah dalam masyarakat menjadikan pengaruh serta eksistensi marxisme itu sendiri menjadi lebih subur berkaitan dengan wewenang besar pemerintah atas nasib rakyatnya itu sendiri sehingga cara meluaskan pengaruh dalam masyarakat adalah lebih terbuka dibanding jika kaum marxis berada di luar pemerintahan.
sekian dan terima kasih...
Kamis, 18 September 2008
Tugas pemerintah dalam ketenagakerjaan
By : Roy Sanjaya
Category : Law
Berbicara tentang peran pemerintah dalam ketenagakerjaan, dalam UU No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan mengatur peran pemerintah, yaitu dalam hal :
1. perencanaan tenaga kerja
2. perluasan kesempatan kerja
3. pembinaan
4. pengawasan
Peran pemerintah dalam hal ini adalah sesuai dengan fungsinya yang diatur dalam pasal 102 ayat 1 UU no.13 tahun 2003, yakni:
- Menetapkan kebijakan
- Memberikan pelayanan
- Melaksanakan pengawasan, serta
- Melakukan penindakan terhadap segala pelanggaran peraturan ketenagakerjaan.
1. Perencanaan tenaga kerja
Dalam rangka pembangunan ketenagakerjaan, pemerintah menetapkan kebijakan dan menyusun perencanaan tenaga kerja melalui pendekatan perencanaan tenaga kerja nasional, daerah dan sektoral, yaitu : pendekatan secara makro (penjelasan pasal 7 UU no.13 tahun 2003)
Perencanaan kerja meliputi :
A. perencanaan tenaga kerja makro (skala nasional), dan
B. Perencanaan tenaga kerja mikro. (skala instansi/ perusahaan)
Tampak jelas bahwa yang membedakan antara perencanaan tenaga kerja makro dan mikro ada pada ruang lingkup atau cakupannya.
Dalam perencanaan tenaga kerja, hal itu disusun dengan berdasarkan informasi sebagai berikut :
a. penduduk dan tenaga kerja.
b. kesempatan kerja
c. pelatihan kerja
d. produktivitas tenaga kerja.
e. hubungan industrial.
f. kondisi lingkungan kerja.
g. pengupahan dan kesejahteraan tenaga kerja.
h. JAMSOSTEK
2. Perluasan kesempatan kerja.
Pada pasal 41 UU no.13 tahun 2003 telah ditetapkan bahwa pemerintah menetapkan kebijakan ketenagakerjaan dan perluasan kesempatan kerja. Pengawasan serta pelaksanaan kebijakan ini tidak hanya dibebankan pada pemerintah semata, tapi juga dibebankan pada masyarakat.
Tanggung jawab pemerintah dalam perluasan kesempatan ini meliputi di dalam dan di luar hubungan kerja.
3. Pembinaan.
Penjelasan pasal 173 UU no.13 tahun 2003 mengatakan bahwa pembinaan adalah kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik untuk meningkatkan dan mengembangkan semua kegiatan yang berhubungan dengan ketenagakerjaan. Dalam pelaksanaan hal ini, pemerintah bekerjasama dengan pengusaha, serikat buruh serta organisasi profesi terkait.
Adapun dalam pasal 29 UU no.13 tahun 2003 menentukan bahwa pembinaan ketenagakerjaan itu meliputi :
- relevansi
- kualitas
- efisiensi penyelenggaraan pelatihan kerja
- produktivitas
4. Pengawasan
Yang dimaksudkan dalam hal ini adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan perundangan dalam bidang ketenagakerjaan. Yang berwenang dalam hal ini adalah pegawai pengawasan ketenagakerjaan yang memiliki kompetensi dan independensi sehubungan dengan pelaksanaan peraturan ketenagakerjaan.
Tugas pelaksana pengawas ketenagakerjaan adalah:
1. wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan kepada menaker,
khusus bagi unit kerja pemerintah propinsi dan kabupaten/kota.
2. wajib merahasiakan segala suatu yang menurut sifatnya adalah patut dirahasiakan serta
tidak melakukan penyalah gunaan wewenang.
Sumber : Sumber Hukum Ketenagakerjaan 2003
Category : Law
Berbicara tentang peran pemerintah dalam ketenagakerjaan, dalam UU No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan mengatur peran pemerintah, yaitu dalam hal :
1. perencanaan tenaga kerja
2. perluasan kesempatan kerja
3. pembinaan
4. pengawasan
Peran pemerintah dalam hal ini adalah sesuai dengan fungsinya yang diatur dalam pasal 102 ayat 1 UU no.13 tahun 2003, yakni:
- Menetapkan kebijakan
- Memberikan pelayanan
- Melaksanakan pengawasan, serta
- Melakukan penindakan terhadap segala pelanggaran peraturan ketenagakerjaan.
1. Perencanaan tenaga kerja
Dalam rangka pembangunan ketenagakerjaan, pemerintah menetapkan kebijakan dan menyusun perencanaan tenaga kerja melalui pendekatan perencanaan tenaga kerja nasional, daerah dan sektoral, yaitu : pendekatan secara makro (penjelasan pasal 7 UU no.13 tahun 2003)
Perencanaan kerja meliputi :
A. perencanaan tenaga kerja makro (skala nasional), dan
B. Perencanaan tenaga kerja mikro. (skala instansi/ perusahaan)
Tampak jelas bahwa yang membedakan antara perencanaan tenaga kerja makro dan mikro ada pada ruang lingkup atau cakupannya.
Dalam perencanaan tenaga kerja, hal itu disusun dengan berdasarkan informasi sebagai berikut :
a. penduduk dan tenaga kerja.
b. kesempatan kerja
c. pelatihan kerja
d. produktivitas tenaga kerja.
e. hubungan industrial.
f. kondisi lingkungan kerja.
g. pengupahan dan kesejahteraan tenaga kerja.
h. JAMSOSTEK
2. Perluasan kesempatan kerja.
Pada pasal 41 UU no.13 tahun 2003 telah ditetapkan bahwa pemerintah menetapkan kebijakan ketenagakerjaan dan perluasan kesempatan kerja. Pengawasan serta pelaksanaan kebijakan ini tidak hanya dibebankan pada pemerintah semata, tapi juga dibebankan pada masyarakat.
Tanggung jawab pemerintah dalam perluasan kesempatan ini meliputi di dalam dan di luar hubungan kerja.
3. Pembinaan.
Penjelasan pasal 173 UU no.13 tahun 2003 mengatakan bahwa pembinaan adalah kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik untuk meningkatkan dan mengembangkan semua kegiatan yang berhubungan dengan ketenagakerjaan. Dalam pelaksanaan hal ini, pemerintah bekerjasama dengan pengusaha, serikat buruh serta organisasi profesi terkait.
Adapun dalam pasal 29 UU no.13 tahun 2003 menentukan bahwa pembinaan ketenagakerjaan itu meliputi :
- relevansi
- kualitas
- efisiensi penyelenggaraan pelatihan kerja
- produktivitas
4. Pengawasan
Yang dimaksudkan dalam hal ini adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan perundangan dalam bidang ketenagakerjaan. Yang berwenang dalam hal ini adalah pegawai pengawasan ketenagakerjaan yang memiliki kompetensi dan independensi sehubungan dengan pelaksanaan peraturan ketenagakerjaan.
Tugas pelaksana pengawas ketenagakerjaan adalah:
1. wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan kepada menaker,
khusus bagi unit kerja pemerintah propinsi dan kabupaten/kota.
2. wajib merahasiakan segala suatu yang menurut sifatnya adalah patut dirahasiakan serta
tidak melakukan penyalah gunaan wewenang.
Sumber : Sumber Hukum Ketenagakerjaan 2003
Label:
The Indonesian Labour Law
Langganan:
Postingan (Atom)