Selasa, 17 Maret 2009

Tentang Mafia Berkeley dan Indonesia

Berikut ini adalah beberapa tambahan perihal perkembangan ekonomi Indonesia dan Mafia Berkeley yang disampaikan oleh Prof. Jeffrey Winters dalam "Seminar Krisis Ekonomi Indonesia: 53 Tahun Keberhasilan Mafia Berkeley?" pada tanggal 13 Maret 2009 di IBII yang dapat didownload dari situs berikut:

http://www.sendspace.com/file/9mvabq

Mafia Berkeley, Apa dan Bagaimana cara kerjanya?

Dewasa ini, istilah mafia Berkeley merupakan sebuah istilah yang cukup asing di telinga kita akan tetapi mulai sering diperbincangkan dalam beberapa forum, pemikiran-pemikiran dan buku-buku. Tentunya setelah kita mendengarkan ucapan-ucapan itu timbul suatu pertanyaan “Apa itu mafia Berkeley?”

 Mafia Berkeley adalah sekelompok perumus kebijakan ekonomi Indonesia yang telah dipersiapkan secara sistematis oleh kekuatan asing selama sepuluh tahun sebelum berkuasa (1956-1965) yang merupakan bagian dari strategi perang dingin dalam menghadapi kekuatan progresif dan revolusioner di Asia. Dikatakan Mafia Berkeley karena kebanyakan dari generasi pertamanya adalah lulusan Program Khusus di Univesitas Berkeley, California, Amerika Serikat. Adalah suatu hal yang aneh mengingat para mahasiswa Universitas Berkeley pada tahun 1960-an adalah sekelompok mahasiswa yang progresif dan mayoritas anti perang Vietnam. Akan tetapi program yang diberikan untuk mafia Berkeley telah dirancang khusus oleh orang Indonesia untuk dipersiapkan kemudian hari sebagai bagian dari hegemoni global Amerika. Dikatakan mafia karena mengambil ide dari bentuk kejahatan terorganisir yang terkenal mengingat fungsi mereka yang secara sistematis dan terorganisir menjadi alat dari hegemoni dan kepentingan global di Indonesia.

 Kelompok mafia Berkeley telah mengabdi selama 32 tahun dalam rezim Orde Baru dan terus berlangsung hingga sekarang dimana banyak sekali anggota dan murid-muridnya yang menduduki jabatan penting dalam perekonomian di Indonesia dan menjadi sebuah saluran strategis untuk kebijakan yang dirumuskan oleh IMF, bank dunia dan Depkeu Amerika Serikat. Mafia Berkeley sekaligus merupakan alat untuk memonitor kebijakan ekonomi Indonesia agar searah dengan kebijakan umum dalam bidan ekonomi yang digariskan oleh Washington. Garis kebijakan ini dikenal dengan nama Washington Konsensus. Sekilas kebijakan Washington Konsensus ini tampak wajar dan netral tetapi dibalik program itu tersembunyi kepentingan negara-negara adikuasa. Adapun beberapa kebijakan yang dilakukan oleh kelompok ini adalah sebagai berikut:

 Pertama, Kebijakan anggaran ketat, selain ditujukan untuk mengendalikan stabilitas makro dan menekan inflasi, sebetulnya juga dimaksudkan agar tersedia surplus anggaran untuk membayar hutang yang untuk mewujudkannya, penghapusan subsidi untuk rakyat dipaksakan. Pembayaran utang adalah suatu bentuk keharusan, sementara urusan yang lain yang berhubungan dengan pemenuhan dasar kebutuhan rakyat adalah urusan belakangan.

 Kedua, liberalisasi keuangan untuk memperlancar transaksi global dan menjamin modal dan dividen setiap saat dapat keluar dari negara berkembang.

 Ketiga, liberalisasi industri perdagangan memudahkan negara maju untuk mengekspor barang dan jasa ke nagara berkembang. Tapi negara-negara maju itu sendiri melakukan perlindungan terhadap sektor industri dan pertaniannya melalui kuota, kebijakan anti dumping, export restraint, subsidi dan hambatan non tarif.

 Keempat, privatisasi aset-aset milik negara yang dimaksudkan agar peranan negara di dalam bidang ekonomi berkurang sekecil mungkin. Dalam prakteknya, penjualan aset negara itu dilakukan dengan harga yang sangat murah sehingga sering terjadi program privatisasi identik dengan piratization seperti yang diungkapkan oleh Prof. Marshall I. Goldman dari Harvard.

 Dalam prakteknya, kebijakan konsensus Washington seringkali dipaksakan sekaligus kepada negara berkembang tanpa suatu tahapan, fleksibilitas dan persiapan untuk memperkokoh kekuatan ekonomi domestik. 

 Adalah suatu hal yang ironis, pada tahun 1960-an GNP perkapita Indonesia, Malaysia, Thailand, Taiwan, RRT nyaris sama, yaitu kurang dari US$ 100 perkapita. Setelah lebih dari 40 tahun, GNP perkapita negara-negara itu mencapai : Indonesia sekitar US$ 1000, Malaysia US$ 4.520, Korsel US$ 14.000, Thailand US$ 2.2490, Taiwan US$ 14.590, RRT US$ 1.500. Dilihat dari data yang ada di atas, peranan Mafia Berkeley di Indonesia tidak mampu membuat perekonomian Indonesia berkembang, jangankan menjadi The next Korea dan The next Malaysia. Indonesia malah berpotensi menjadi sebuah negara negara gagal. Setelah 40 tahun di bawah kendali Mafia Berkeley, Indonesia malah berpotensi untuk menjadi the new Philipines.

 Dibawah kuasa mafia Berkeley, utang yang besar dan habisnya sumber daya alam dan hutan yang rusak, ternyata hanya menghasilkan pendapatan per kapita sekitar US$ 1000, dan pemenuhan kebutuhan dasar sangat minimum serta ketergantungan mental maupun finansial terhadap utang luar negeri.

 Mafia Berkeley juga bertanggung jawab atas gagalnya usaha reformasi terhadap birokrasi dan justru mendorong pegawai negeri dan ABRI untuk bertindak koruptif karena penetuan standar gaji yang sangat tidak manusiawi. Jika begitu, kemanakah empati mereka? Anggota dan juga murid dari mafia Berkeley sendiri telah direkayasa dengan sedemikian rupa untuk mendapatkan pendapatan yang sangat tinggi lewat penunjukkan mereka sebagai komisaris di BUMN-BUMN, double/ triple billing di BI, Depkeu dan Bappenas sehingga tidak memiliki suatu upaya untuk melakukan reformasi gaji para pegawai negeri dan ABRI.

 Salah satu kegagalan penting dari Mafia Berkeley adalah dengan mengundang keterlibatan IMF untuk mengatasi krisis ekonomi pada bulan Oktober 1997 yang justru membuat krisis menjadi semakin parah. 

 Ironisnya, dalam menjawab berbagai kegagalan yang terjadi, anggota mafia Berkeley umumnya menggunakan alasan klasik yang cenderung menyesatkan, yaitu akibat adanya prilaku mantan presiden Soeharto. Memang benar jika mantan presiden Soeharto melakukan KKN, tetapi semua kegagalan itu tentunya tidak bisa hanya dibebankan pada presiden Soeharto saja. Padahal jika ingin dikaji lebih jauh, para mafia Berkeley inilah yang seharusnya bertanggung jawab karena mereka yang merumuskan strategi, kebijakan dan terlibat dalam implementasinya. Banyak dari berbagai kegagalan tersebut berada pada tataran teknis dan operasional yang tidak dipahami oleh presiden Soeharto pada saat ia menjabat. Adalag sebuah sikap yang sangat tidak bertanggung jawab dan tidak ksatria, bersedia menjadi pejabat selama 32 tahun, ikut menikmati privileges dan eksis selama kekuasaan Orba, tetapi lantas menimpakan segala kegagalan dan kesalahan kepada mantan presiden Soeharto, itupun baru berani dilakukan setelah rezim Orba tidak berkuasa lagi.

 Pertanyaan berikut yang mungkin timbul adalah mengapa mafia Berkeley gagal membawa Indonesia menjadi negara sejahtera dan besar di Indonesia walaupun telah berkuasa di negara ini selama nyaris 40 tahun? Itu semua dikarenakan oleh stratei dan kebijakan ekonomi Indonesia yang dirancang oleh Mafia Berkeley akan selalu menempatkan Indonesia sebagai subordinasi dari kepentingan global. Padahal perlu diingat, tidak ada negara manapun yang menjadi berhasil menjadi negara sejahtera dengan mengikuti model Konsensus Washington, contohnya adalah kemerosotan 2 dekade dari tahun 1980-2000 di negara-negara Amerika Latin. Sementara itu di Asia, hanya ada dua negara yang patuh pada Konsensus Washington, yaitu : Indonesia dan Filipina yang justru mengalami kemerostan ekonomi secara terus-menerus, ketergantungan utang yang permanen, ketimpangan pendapatan yang sangat mencolok, kemiskinan merajalela dan kerusakan lingkungan yang parah.

 Subordinasi kepentingan rakyat dan nasional kepada kepentingan global mengakibatka n Indonesia tidak memiliki suatu bentuk kemandirian dalam perumusa Undang-undang yang merupaka salah satu sumber hukum di Indonesia yang seharusnya digunakan untuk membuat rakyat menjadi lebih baik keadaannya menjadi suatu sarana bagi kepentingan ekonomi global untuk menahan kesejahteraan rakyat negara yang bersangkutan. Hasil tipikal dari model konsensus Washington adalah siklus terus-menerus dari krisis ekonomi dan akumulasi utang. Contoh UU yang lahir dari situasi seperti ini adalah UU tentang privatisasi air, BUMN, Migas dan lain sebagainya yang dari segi ekonominya hanya akan membuka peluang bagi kepentingan ekonomi global untuk melakukan liberalisasi secara ekstrim dan privatisasi yang ugal-ugalan.
 
MODUS OPERANDI MAFIA BERKELEY
Modus operandi utama dari Mafia Berkeley adalah mengabdi pada kekuasaan apapun konsekuensinya terlepas dari apapun bentuk dari pemerintahan yang berkuasa. Dalam berbagai kasus, mafia Berkeley justru menjadi corong public relation di berbagai forum dan media untuk memperlunak dan mempermanis image pemerintah yang otoriter ataupun represif. Efektifitas media relation mafia Berkeley terutama dilakukan dengan memberikan akses khusus dalam bentuk bocoran informasi dan dokumen-dokumen rahasia pada satu media harian dan satu media mingguan yang terkemuka dimana kedua media itu memiliki pandangan yang liberal dalam bidang sospol tetapi konservatif dalam bidang ekonomi.

 Pola Rekrutmen mafia Berkeley dilakukan dengan berlandaskan pada prinsip utama loyalitas dan feodalisme di atas kriteria profesionalisme. Mereka diprogram untuk menjadi alat kepentigan global yang justru melecehkan arti penting dari semangat nasionalisme dan kemandirian yang sangat dijunjung tinggi oleh para pendiri negara, dimana dalam program itu, sebagai kompensasi atas loyalitas mereka, para kader Mafia Berkeley ini lantas dilengkapi dengan beberapa sarana seperti perjalanan ke luar negeri, keanggotaan di berbagai komite dan berbagai macam pujian sekaligus penghargaan yang diberikan oleh berbagai lembaga yang sebenarnya merupakan bagian dari kepentingan ekonomi global itu sendiri dalam berbagai media dan sarana-sarana lain.

 Jika ada kebijakan presiden atau menteri lain yang bukan merupakan anggota Mafia Berkeley yang menyimpang dari arahan Konsensus Washington/ IMF-Bank Dunia, USAID. Anggota-anggota dari Mafia Berkeley ini dengan cepat melaporkan kepada perwakilan IMF, Bank Dunia dan USAID untuk dikritik oleh laporan-laporan resmi lembaga-lembaga kreditor. Untuk menjaga agar arah strategis kebijakan ekonomi Indonesia agar sejalan dengan manifestasi dari Konsesus Washington, Mafia Berkeley menyepakati penyusunan undang-undang atau peraturan pemerintah yang dikaitkan dengan pinjaman utang luar negeri sehingga sangat terbuka adanya intervensi kepentinga global atas Indonesia.

 Meski dalam beberapa kesempatan IMF dan Bank Dunia selaku tuan dari kebijakan ekonomi yang neoliberal pada dekade terakhir ini mengakui berbagai kesalahannya bahwa liberalisasi keuangan yang terlalu cepat telah meningkatkan kemungkinan suatu negara terkena krisis. dan bahkan dalam publikasi terakhirnya (An East Asian Renaissance: Ideas for Growth, 2007), badan-badan itu mengakui bahwa pemerintah harus mengambil suatu tindakan untuk mengoreksi ketidak sempurnaan pasar, terutama dalam meningkatkan skala industri domestik. Dengan kata lain berkata bahwa pasar tidak bisa menyelesaikan segalanya. Mafia Berkeley masih tetap berpedoman pada prinsip itu yang sebenarnya hanya merupakan sebuah bentuk representasi dari kepentingan “tuan” mereka di Washington.

Sumber :
Seminar Krisis Ekonomi Indonesia: 53 tahun Keberhasilan Mafia Berkeley?, 13 Maret 2009, IBII, Jakarta.

Senin, 16 Maret 2009

Berakhirnya hubungan diplomatik

Berkaitan dengan berakhirnya hubungan diplomatik, Konvensi Wina 1961 mengatur tentang hal ini pada pasal 43 yang berbunyi sebagai berikut:
“The function of a diplomatic agent comes to an end “inter alia” :
1. On notification by the sending state to the receiving state that the function of the
diplomatic agent has come to an end.
2. On notification by the receiving state to the sending state that, in accordance with paragraph 2 of the article 9, it refuses to recognize the diplomatic agent as a member of the mission.”
Artinya yang tertulis dalam pasal itu adalah fungsi seorang pejabat diplomatik adalah jika ada suatu pemberitahuan oleh negara pengirimnya kepada negara penerima bahwa tugasnya telah berakhir dan jika diberitahukan pada negara pengirim bahwa sesuai dengan pasal 9 ayat 2 negara penerima tidak lagi mengakui pejabat diplomatik yang bersangkutan sebagai anggota dari misi diplomatik.
Beranjak dari hal di atas, maka suatu hubungan diplomatik dapat berakhir apabila :
1. Berakhirnya misi diplomatik,
Berakhirnya misi diplomatik karena :
- Pemanggilan kembali oleh negaranya. Surat panggilan itu diserahkan pada kepala
negara atau Menlu dan wakil yang bersangkutan diberikan surat letter de
recreance yang menyetujui pemanggilannya.
- Permintaan negara penerima agar wakil yang bersangkutan direcall..
- Penyerahan paspor kepada wakil dan staf serta keluarganya saat pecahnya perang
antara negara pengirim dan penerima.
- Selesainya tugas misi.
- Berakhirnya masa berlakunya surat-surat kepercayaan yang diberikan untuk
jangka waktu yang sudah diterapkan.
2. Pemutusan hubungan diplomatik
Jika terjadi suatu pemutusan diplomatik, biasanya negara pengirim akan menarik anggota staf perwakilannya di negara penerima. Pemutusan hubungan diplomatik ini merupakan discreationary act suatu negara. Di Indonesia pemutusan hubungan diplomatik suatu negara diatur dalam pasal 22 UU No.37 tahun 1999.
Ada beberapa alasan yang menyebabkan pemutusan hubungan diplomatik, umunya karena adanya suatu pertentangan dengan posisi negara lain ataupun kegiatan yang tidak wajar dari personel diplomatik. Pemutusan itu dapat terjadi dalam beberapa bentuk :
a. Down grading :kepala perwakilan dan staf diplomatik ditarik pulang dan yang
tinggal adala charge d'affairs.
b. Penangguhan/pembekuan hubungan diplomatik : perwakilan negara ke tiga diminta
mewakili negara yang mengadakan pembekuan
c. Pemutusan hubungan diplomatik
3. Hilangnya negara pengirim atau penerima
Sebagai akibatnya, kepala-kepala perwakilan harus memperoleh surat-surat
kepercayaan yang baru dari kepala negara mereka agar dapat meneruskan tugasnya..
Anggota-anggota staf perwakilan lainnya harus dianggap telah mengakhiri fungsinya
dan kemudian meneruskan. kegiatannya melalui penunjukkan yang baru dari negara-
negara pengirim yang diberikannya secara tegas maupun diam-diam.
Akan tetapi semua itu tidak berarti jika negara penerima tidak mengakui hilangnya negara
pengirim.

Minggu, 15 Maret 2009

renvoi

Masalah renvoi timbul karena adanya aneka warna sistem HPI yang berbeda pada masing-masing negara, terutama sekali berhubungan pada status personil seseorang berdasarkan prinsip domisili dan nasionalitas.
 Masalah renvoi juga memiliki hubungan yang erat dengan persoalan kwalifikasi. Adapun pertanyaan yang timbul kemudian adalah “Apakah HPI itu merupakan hukum yang sifatnya supra nasional atau yang nasional?”. Jika dianggap sebagai hukum yang sifatnya supra nasional, maka renvoi tidak dapat digunakan karena kaidah HPI semacam itu memiliki kekuatan hukum yang tidak menghiraukan pembuat undang-undang untuk mengoper atau menolak renvoi. Jika kaidah-kaidah HPI semacam ini berasal dari tata tertib hukum yang lebih tinggi daripada tata tertib pembuat undang-undang nasional, maka HPI yang bersifat supra nasionalah yang berlaku.
 Berkenaan dengan renvoi, tidak semua penulis setuju dengan adanya renvoi dengan beberapa alasan, yaitu:
1.Renvoi dianggap tidak logis
Hal ini didasarkan pada suatu penunjukan kembali secara terus menerus, maka yang ada adalah suatu permasalahan yang menggantung karena tidak ada pihak yang mau menanganinya dan terus saling melakukan suatu penunjukkan kembali.
Pendapat kalangan penulis yang menolak renvoi ini lantas dibantah oleh pihak yang pro renvoi dengan alasan bahwa baik yang menerima atau yang menolak dua-duanya secara selogis mungkin. Dalam kenyataannya tidak akan ditemui adanya suatu penujukkan tiada akhir melainkan hanya ada satu kali renvoi/ penujukkan kembali.
2.Renvoi merupakan penyerahan kedaulatan legislatif.
Menurut pandangan yang kontra dengan renvoi, menurut Cheshire dan Meyers, dengan adanya suatu renvoi, maka seolah-olah kaidah-kaidah hakim itu sendiri yang dikorbankan terhadap seuatu hukum asing yang kemudian dianggap berlaku.
Sementara itu, pendapat ini dibantah dengan alasan kaidah yang digunakan oleh hakim itu bukan dari sembarang kaidah negara asing, dengan arti hanya sebatas kaidah HPI saja dimana yang menunjuk penggunaannya adalah sang hakim itu sendiri sehingga secara tidak langsung, yang berlaku adalah HPI negaranya sendiri dan bukan HPI dari negara asing.
3.Renvoi membawa ketidak pastian hukum
Jika renvoi diterima, maka yang ada kemudian adalah penyelesaian HPI itu yang samar-samar, tidak kokoh dan tidak stabil sebagai hukum. Akan tetapi menurut kubu yang pro renvoi mangatakan bahwa justru jika tidak ada renvoi, maka yang ada adalah ketidakpastian itu sendiri.

 Sementara itu, alasan-alasan yang digunakan oleh para penulis yang pro dengan adanya renvoi adalah sebagai berikut:
1.Renvoi memberikan keuntungan praktis
Jika sebuah renvoi itu diterima, maka hukum intern sendiri dari sang hakim yang akan digunakan dan tentunya hal ini akan memberikan keuntungan praktis bagi hakim.
2.Jangan bersifat lebih raja daripada raja itu sendiri
Justru dengan adanya renvoi, chauvinisme juridis dapat dihindari dan merupakan suatu penghormatan pada hukum asing yang bertautan dengan kasus yang ada.
3.Keputusan-keputusan yang berbeda.
Untuk menghindari adanya ketidak pastian hukum dalam bentuk keputusan yan berbeda-beda atas perkara yang sama pada dua sistem hukum yang terkait.

 Dari hal-hal yang telah disampaikan sebelumnya di atas perihal pro dan kontra pada renvoi, kita mendapati bahwa yang digunakan dalam menilai masalah renvoi ini adalah logika. Kita harus dapat melihatnya berdasarkan pada hukum positif dimana renvoi dipandang sebagai suatu bentuk dari apa yang dinamakan dengan pelembutan hukum, meskipun tidak ditemukan dalam suatu peraturan tertulis di Indonesia, renvoi diterima dalam kaidah hukum positif Indonesia secara nyata yang tercantum secara tidak langsung dalam pasal 16 sampai 18 AB.
 Adapun beberapa yurisprudensi yang berkaitan dengan renvoi di Indonesia adalah sebagai berikut:
1.Perkara orang Armenia Nasrani tahun 1928
2.Perkara palisemen seorang British India tahun 1925

 Renvoi juga diatur dalam konvensi-konvensi internasional meliputi :
1.Persetujuan Den Haag tentang HPI tahun 1951, 1955
Diterima suatu konsep untuk mengatur “perselisihan” antara prinsip nasionalitas dan domisili yang lantas ditindak lanjuti pada tanggal 15 Juni 1955 dengan ditetapkannya konvensi yang bersangkutan.
Pasal 1 mengatur bahwa apabila suatu negara di mana orang yang dipersoalkan menganut sistem domisili, memakai sistem nasionalitas sementara negara asal orang itu memakai sistem domisili, maka tiap negara peserta menggunakan Sachornen daripada domisili.
2.Persetujuan hukum uniform HPI negara-negara Benelux 1951
Persetujuan itu dilakukan antara negara Belgia, Belanda dan Luxemburg. Dalam pasal 1-nya ditentukan bahwa renvoi tidak dapat diterima. Jika tidak ditentukan berlainan, maka dalam persetujuan tersebut diartikan dengan istilah hukum intern daripadanya dan bukan HPI-nya.

 

Kamis, 05 Maret 2009

Hak-hak atas tanah lain

HAK MEMBUKA TANAH 

 Hak ini hanya dapat dimiliki oleh WNI dan diatur oleh PP dan dengan memperoleh hak milik atas tanahnya.

HAK MEMUNGUT HASIL HUTAN

 Sama dengan hak membuka hutan

HAK-HAK LAIN sebagaimana yang diatur dalam pasal 53 UUPA :
 a. Hak gadai.
  Hak ini hanya dapat dimiliki oleh WNI. Hak gadai adalah hak gadai atas tanah 
  yang berasal dari hukum adat yang dikenal dengan nama jual gadai.
 b. Hak usaha bagi hasil
  Adalah hak yang berasal dari hukum adat yang dikenal dengan hak menggarap. 
  Hak ini diperoleh dari perjanjian bagi hasil. Mengenai hak ini diatur dalam 
  UU no.2 tahun 1960 tentang perjanjian bagi hasil.

Hak Sewa

Hak sewa adalah hak seseorang untuk mempergunakan tanah milik orang lain dengan membayar pada pemiliknya sejumlah uang sebagai uang sewa. Hak ini terjadi karena perjanjian sewa-menyewa antara para pihak yang bersangkutan. 
 Dalam hal batas waktu dalam hak ini, tidak ditentukan dengan kata lain tergantung pada perjanjian sewa-menyewa yang mengatur.
 Yang boleh memiliki :
WNI
WNA
Badan hukum yang tunduk dan berkedudukan di Indonesia
Badan hukum yang tunduk dan berkedudukan di luar negeri /asing

Hak Pakai

Hak pakai adalah hak untuk menggunakan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara, atau tanah milik orang lain. Cara memperolehnya adalah :
Permohonan hak pada tanah negara
usul pemegang hak pengelolaan pada tanah hak pengelolaan
perjanjian dengan pemilik tanah
Konversi atas tanah yang tunduk pada hukum kolonial
Hak pakai dapat dimiliki oleh :
WNI
WNA yang berkedudukan di Indonesia
Badan hukum yang ada dan tunduk pada hukum Indonesia
Badan hukum yang ada dan tunduk pada hukum asing
 Jangka waktunya :
Jika dari tanah negara : 10 tahun
Jika dari tanah hak milik : sesuai perjanjian
Jika digunakan oleh instansi pemerintah dan perwakilan negara asing : selama digunakan
Pengalihannya :
- Jika dari tanah yang dikuasai oleh negara : persetujuan pejabat yang bersangkutan
Jika dari tanah hak milik : selama dari perjanjian itu dimungkinkan.

Hak Guna Bangunan

HGB adalah hak untuk mendirikan bangunan dan memiliki bangunan atas tanah yang bukan miliknya dengan jangka waktu tertentu. HGB dapat dimiliki oleh :
 -WNI
 -Badan hukum yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia.
 HGB dapat terjadi pada tanah :
Yang dikuasai negara
Di atas tanah pengelolaan
DI atas tanah hak milik
Konversi dari hak atas tanah yang lama.
 Jangka waktu sebuah HGB :
Jika diperoleh dari negara : 30 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 20 tahun.
Diperoleh di atas tanah milik orang lain : tergantung perjanjiannya.
Hasil konversi : 20 tahun.
 Ciri dari HGB :
Dapat beralih
Dapat dialihkan 
Harus didaftarkan menurut peraturan yang berlaku.
Dapat dijadikan jaminan hutang.
 Hapusnya HGB karena :
Jangka waktu berakhir
Dihentikan karena jangka waktu berakhir karena syarat tidak dipenuhi
Dilepaskan oleh pemegang hak
Dicabut untuk kepentingan umum
Ditelantarkan
Tanahnya musnah
Melanggar syarat yang ada.

Hak Guna Usaha (HGU)

 HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai oleh negara untuk diusahakan untuk pertanian dalam arti luas (pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan) . Jangka waktu yang diberikan untuk tanah jenis ini adalah :
 a. Untuk tanaman keras : 35 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 25 tahun.
 b. Untuk tanaman muda : 25 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 25 tahun.
 Adapun luas tanah yang bisa diberikan hak ini minimal adalah 5 ha. Jika lebih dari 25 ha perlu investasi modal yang layak dan tekhnik perusahaan yang baik. Dalam hal ini, hak macam ini dapat diberikan kepada:
 a. WNI
 b. Badan hukum tertentu.
 HGU dapat terjadi karena :
 a. Penetapan pemerintah dengan permohonan hak.
 b. Konversi atas hak-hak atas tanah semasa pemerintah kolonial.
 Ciri-ciri HGU :
 a. Dapat beralih karena pewarisan
 b. Dapat dipindah tangankan 
 c. Didaftarkan kepemilikannya.
 d. Dapat dijadikan jaminan hutang.
 HGU hapus karena :
 a. Jangka waktu berakhir
 b. Dihentikan sebelum masa berlaku berakhir karena syarat tidak dipenuhi.
 c. Dilepaskan oleh pemilik hak
 d. Dicabut untuk kepentingan umum
 e. Ditelantarkan
 f. Musnah tanahnya.
 g. Melanggar syarat yang ada.

Hak milik

Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dimiliki oleh seseorang atas tanah. Hak milik merupakan hak yang terkuat, terutama dalam hal mempertahankan hak atas tanahnya.
 Dalam menggunakan hak ini, pemilik dapat menggunakan tanah yang dimaksud sesuai dengan keinginannya dengan tetap memandang fungsi sosial dari tanah tersebut.
 Ciri-ciri lain dari hak milik adalah :
 - Dapat dibebani hak atas tanah lainnya
 - Dapat dijadikan jaminan hutang
 - Dapat dialihkan
 - Dapat dilepaskan
 - Dapat diwakafkan.
 Tanah dengan hak milik dapat digunakan untuk berbagai kepentingan baik untuk perumahan maupun untuk pertanian. Dalam hal kepemilikan atas hak milik, yang dapat memiliki hak milik adalah :
 - WNI
 - Badan hukum tertentu
 Sementara itu, adapun orang asing dapat memiliki hak milik karena :
 - Warisan
 - Perkawinan
 - WNI yang kehilangan kewarganegaraannya.
 Dan hak milik dapat diperoleh dengan cara :
 - Menurut hukum adat
 - Penetapan pemerintah
 - Ketentuan UU
 Dan hapus karena :
 - Tanah jatuh kepada negara, karena :
  a. Untuk kepentingan umum.
  b. Penyerahan secara sukarela
  c. tanah ditelantarkan
  d. Diserahkan pada orang yang tidak berhak untuk mendapatkannya
 - Tanahnya musnah.

Sejarah hukum agraria di Indonesia

I.Zaman Hindia Belanda
 Prinsip yang dianut oleh pemerintah kolonial pada saat itu adalah untuk memperoleh hasil yang istimewa kepada pihak penjajah dan kepastian hak, akibatnya dari hal itu adalah hukum agraria yang ada menjadi begitu beraneka ragam. 
 Pada masa itu, hukum agraria dibagi menjadi beberapa macam menurut:
 a. Sistem pemerintahan:
  - Daerah gubernemen
  Daerah yang diperintah langsung oleh atau atas nama pemerintah pusat.
  - Daerah swapraja
  Daerah yang tidak diperintah langsung oleh pemerintah pusat.
  Akibat dari adanya pemberlakuan hukum ini adalah : dikenal istilah tanah 
  mentah di daerah swapraja dimana terhadap tanah itu, berlaku hukum adat.
 b. Wilayah Jawa dan Luar Jawa
 c. Agrarische wet
  Hukum ini dimaksudkan untuk menguntungkan pemerintah penjajah dengan 
  cara mempersempit kesempatan pengusaha swasta untuk mendapat jaminan 
  atas tanah. Kepada para pengusaha hanya diberikan hak sewa atas tanah 
  kosong selama 20 tahun yang dikenal dengan nama hak persoonlijk. Tanah macam itu tidak dapat dijadikan jaminan hutang.
  Pada tahun 1860-1870 diajukan suatu rancangan undang-undang yang 
  ketentuannya ada sebagai berikut :
  - Tanah negara dapat diberikan hak erfpacht paling lama 90 tahun
  - Persewaan tanah tidak dibenarkan
  - Persewaan tanah antara pribumi dan golongan lain diatur
  - Hak tanah adat diganti menjadi hak eigendom
  - Tanah komunal diganti menjadi milik
  - Undang-undang hanya berlaku di Jawa dan Madura
  Undang-undang ini disetujui tetapi tidak mengabulkan permohonan tentang hak 
  tanah adat diganti menjadi eigendom dengan S. 1870-55.
 d. Pernyataan tanah negara
  Berlaku untuk luar daerah Jawa dan Madura.
  Semua tanah yang tidak bisa dibuktikan sebagai tanah milik, dianggap sebagai 
  tanah negara dalam artian dimiliki oleh negara.
 e. Menurut BW
  Dikenal beberapa istilah tanah :
  - Hak eigendom
  - Hak opstal
  - Hak pinjam pakai
  - Hak erpacht
  - Hak pinjam 
 f. Menurut hukum adat
  Dikenal konsep hak ulayat, yaitu hak satu persekutuan dalam masyarakat 
  hukum adat untuk mengusahakan tanah di wilayah hukum adatnya
  Tanah ulayat dapat menjadi hak milik jika hubungan antara anggota 
  masyarakat hukum adat itu renggang.

 II. Masa Penjajahan Jepang
  Tidak ada suatu perbuahan yang terjadi dalam masa penjajahan Jepang karena masa penjajahan yang begitu singkat.

 III. Awal Kemerdekaan
  Ada beberapa peraturan baru untuk mengganti peraturan agraria masa kolonial, antara lain :
  - Pengawasan terhadap penindakan atas tanah
  Mengutamakan hak warga negara.
  - Penguasaan atas tanah-tanah
  - Pemakaian tanah perkebunan oleh rakyat
  - Penghapusan tanah partikelir
  Yang dimaksud dengan tanah partikelir adalah berkenaan dengan hak 
  pertuanan yang meliputi :
  1. Hak mengangkat atau memberhentikan kepala desa
  2. Hak untuk menuntut kerja paksa atau memungut uang penggantinya
  3. Hak meminta pungutan
  4. Hak mendirikan pasar dan meminta biaya pemakaian jalan dan 
  penyeberangan.
  5. Hak yang sederajat dengan hak pertuanan.

 IV. Lahirnya UUPA
  Merupakan penjabaran dari pasal 33 UUD'45 yang merombak secara utuh hukum pertanahan masa kolonial. Adapun dasar penyusunan UUPA adalah :
 - Bahwa negara RI adalah negara yang sebagian besar rakyatnya masih bercocok 
  tanam dan semuanya memiliki fungsi yang penting untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur.
 - Hukum agraria yang lama dibuat untuk kepentingan pemerintah kolonial.
 - Hukum agraria yang berlaku bersifat dualisme.
 - Hukum negara tersebut tidak menjamin kepastian hukum rakyat.