Jumat, 07 Januari 2011

POSISI DOMINAN DAN PENYALAHGUNAANNYA

Manakala kita membicarakan posisi dominan, sebenarnya posisi dominan itu tidak dilarang dalam persaingan usaha apabila pencapaiannya diperoleh dengan persaingan usaha yang fair. Adapun konsep HPU adalah menjaga persaingan usaha yang sehat tetap terjadi di pasar yang bersangkutan dan mendorong pelaku usaha menjadi pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan melalui persaingan usaha yang sehat dan efektif.

Terdapat beberapa definisi terkait dengan posisi dominan, yang pertama adalah apabila dilihat dari perspektif ekonomi, yang dimaksud dengan posisi dominan adalah posisi yang ditempati oleh perusahaan yang memiliki pangsa pasar terbesar. Dengan pangsa pasar yang besar tersebut perusahaan memiliki market power. Dan dengan market power tersebut, perusahaan dominan dapat melakukan tindakan atau strategi tanpa dapat dipengaruhi oleh perusahaan pesaingnya.

Yang kedua adalah sesuai dengan UU No. 5 Tahun 1999 Tentang larang praktek monopoli dan praktek persaingan usaha tidak sehat. Dalam undang-undang tersebut, yang dimaksud dengan posisi dominan adalah suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak memiliki pesaing yang berarti atau suatu pelaku usaha mempunyai posisi yang lebih tinggi daripada pesaingnya pada pasar yang bersangkutan dalam kaitan pangsa pasarnya, kemampuan keuangan, akses pada pasokan barang atau penjualan serta kemampuan menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Adapun jika kita cermati secara baik, ketentuan yang diberikan oleh undang-undang tersebut sebenarnya memberikan 4 syarat yang dimiliki oleh seorang pelaku usaha agar pelaku usaha tersebut harus mempunyai posisi dominan, yaitu pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti atau pelaku usaha mempunyai posisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pelaku usaha pesaingnya di pasar yang bersangkutan dalam kaitan :


- Pangsa pasarnya
- Kemampuan keuangannya
- Kemampuan akses pada pasokan atau penjualan
- Kemampuan menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.


Sehingga menurut hukum, dengan berdasarkan pada syarat-syarat tersebut. Hanya satu pesaing dengan posisi dominanlah yang dapat menguasai pasar bersangkutan. Namun UU No. 5 Tahun 1999 tidak menjelaskan secara rinci apakah syarat-syarat tersebut harus dipenuhi secara kumulatif atau tidak. Akan tetapi, salah satu ciri pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan adalah bahwa jika pelaku usaha tersebut dapat melakukan persaingan usaha tidak sehat pada pasar yang bersangkutan secara mandiri tanpa harus memperhitungkan para pesaingnya. Kedudukan seperti ini kepemilikan pangsa pasarnya, atau karena kepemilikan pangsa pasar ditambah dengan kemampuan pengetahuan teknologinya, bahan baku atau modal, sehingga pelaku usaha tersebut mempunyai kekuasaan untuk menentukan harga atau mengontrol produksi atau pemasaran terhadap bagian penting dari produk yang diminta.

Sehingga keadaan suatu pasar yang dapat dipengaruhi oleh satu pelaku usaha secara mandiri, karena pelaku usaha tersebut mempunyai pangsa pasar yang lebih tinggi daripada pesaingnya dan kemampuan keuangan yang lebih kuat daripada pesaingnya serta mampu menetapkan harga dan mengatur pasokan di pasar yang bersangkutan. Dengan demikian, akibat tindakan pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan tersebut pasar menjadi terdistorsi. Pelaku usaha tersebut secara independen tanpa mempertimbangkan keadaan pesaingnya dapat mempengaruhi pasar akibat penyalahgunaan posisi dominannya.

Posisi dominan dapat dimiliki oleh satu pelaku usaha (monopolist) dan dapat juga dimiliki oleh dua atau lebih pelaku usaha (oligopoly).

1. Pangsa pasar
Pangsa pasar adalah persentase nilai jual atau beli atau persentase jasa tertentu yang dikuasai oleh pelaku usaha pada pasar yang bersangkutan dalam tahun kalender tertentu.. Pasal 25 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1999 menetapkan bahwa satu pelaku usaha dinyatakan mempunyai posisi dominan apabila satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% atau lebih pangsa pasar atau satu jenis barang atau jasa tertentu. Sedangkan dua atau tiga pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha dinyatakan mempunyai posisi dominan apabila menguasai 75% atau lebih pangsa pasar atas satu jenis barang atau jasa tertentu.


Adapun ketentuan posisi dominan mengenai penguasaan pangsa pasar yang ditetapkan oleh pasal 25 ayat (2) tersebut mensyaratkan bahwa pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan tersebut dapat mendistorsi pasar baik secara langsung maupun tidak langsung.


Pasal 25 ayat (1) menetapkan bahwa pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominannya baik secara langsung maupun tidak langsung untuk :

- Menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas, atau
- Membatasi pasar dan pengembangan teknologi
- Menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan.

Perlu diketahui bahwa secara normative ketentuan pasal 25 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1999 tersebut bersifat per se. Artinya, apabila suatu pelaku usaha sudah menguasai pangsa pasar 50% untuk satu pelaku usaha dan 75% untuk dua atau tiga pelaku usaha, maka penguasaan pangsa pasar tersebut langsung dilarang. Akan tetapi, dalam prakteknya KPPU telah menerapkan ketentuan pasal 25 ayat (2) tersebut dengan pendekatan rule of reason. Hal ini dikarenakan secara praktis penerapan secara per se pasal 25 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1999 tersebut akan membatasi pertumbuhan pelaku usaha yang efisien serta inovatif dan kompetetitif di pasar yang bersangkutan.

2. Kemampuan keuangan
Salah satu unsur yang menyatakan bahwa suatu pelaku usaha mempunyai posisi dominan adalah apabila pelaku usaha mempunyai keuangan lebih besar dibandingkan dengan keuangan pelaku usaha pesaingnya. Pengertian kemampuan keuangan suatu pelaku usaha dapat dipahami khususnya kemampuan ekonomi pelaku usaha tersebut yang pada pokoknya mempunyai kemungkinan keuangan. Artinya, kemampuan keuangan yang dimiliki sendiri, untuk melakukan investasi sejumlah uang tertentu dan mempunyai akses menjual kepada pasar modal.

Terdapat beberapa faktor untuk dapat menetapkan pelaku usaha memiliki keuangan yang kuat dapat dilihat dari :


- modal dasar
- cash flow
- omset
- keuntungan
- batas kredit
- Akses ke pasar keuangan nasional dan internasional


3. Kemampuan pada pasokan atau penjualan


Unsur kemampuan mengatur pasokan atau penjualan adalah salah satu cirri pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan. Kemampuan ini dapat dilihat oleh suatu pelaku usaha biasanya, apabila pelaku usaha tersebut mempunyai pangsa pasar yang lebih tinggi dibandingkan dengan pangsa pasar pesaing-pesaingnya.


Jika pangsa pasar pelaku usaha sudah ditetapkan, mempunyai pangsa pasar yang lebih tinggi daripada pesaingnya, maka dapat ditentukan apakah pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar dalam persentase tertentu dapat melakukan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat pada pasar yang bersangkutan, yaitu melalui kemampuan pengaturan jumlah pasokan atau penjualan barang tertentu di pasar yang bersangkutan. Kemampuan pengaturan pasokan atau penjualan barang atau jasa tertentu menjadi salah satu bukti bentuk penyalahgunaan posisi dominan yang dapat dilakukan oleh pelaku usaha yang memiliki posisi dominan. Akibatnya adalah pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan menguasai pasar dan pesaingnya tidak dapat bersaing pada pasar yang bersangkutan.


4. Kemampuan menyesuaikan pasokan atau permintaan
Berdasarkan pada apa yang telah ditetapkan pada Pasal 1 angka 4 UU No. 5 Tahun 1999, pada prinsipnya kemampuan menyesuaikan pasokan atau permintaan atas suatu barang atau jasa tertentu pada pasar yang bersangkutan mempunyai kesamaan dengan kemampuan mengatur pasokan atau penjualan barang atau jasa tertentu. Pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan pada pasar yang bersangkutan. Oleh karena itu, penetapan siapa pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan pada pasar yang bersangkutan penting untuk dilakukan.


5. Penetapan posisi dominan
Lembaga yang berwenang untuk menetapkan posisi dominan suatu pelaku usaha pada pasar yang bersangkutan adalah KPPU. Sebelum suatu pelaku usaha ditetapkan mempunyai posisi dominan, KPPU terlebih dahulu harus melakukan investigasi terhadap pasar yang bersangkutan dengan pembatasan pasar yang bersangkutan.


Adapun di dalam UU No. 5 Tahun 1999, metode pembatasan pasar yang bersangkutan ditetapkan dalam Pasal 1 No. 10 dimana berdasarkan pada ketentuan tersebut, pembatasan pasar yang bersangkutan untuk menentukan posisi dominan suatu pelaku usaha menggunakan pembatasan pasar berdasarkan :

Pasar produk atau secara obyektif
Pembatasan pasar bersangkutan berdasarkan produk atau secara obyektif adalah dimana terdapat barang dan atau jasa yang sama atau sejenis, termasuk substitusinya. PAsal 1 angka 10 UU No. 5 Tahun 1999 tidak memberikan penjelasan dan tidak ada petunjuk khusus mengenai barang yang sama atau sejenis serta barang substitusi. Untuk dapat menentukan apakah suatu barang dengan barang yang lain dapat dinyatakan sama atau dapat dinyatakan menjadi substitusi terhadap barang tertentu, perlu dilihat dari 4 aspek, yaitu :


Bentuk dan sifat barang
Bentuk dan sifat fisik suatu barang merupakan petunjuk pertama dalam mengindentifikasi apakah suatu produk satu pasar atau satu produk secara obyektif
Fungsi barang
Dilihat dari fungsi barang, apakah suatu barang atau produk dengan barang atau produk lain tersebut memliki fungsi yang sama bagi konsumen.
Harga
Fleksibilitas barang bagi konsumen
Dikenal juga dengan konsep kebutuhan konsumen. Unsur ini berhubungan dengan tingkah laku konsumen manakala apabila barang yang dikonsumsinya tidak ada di pasar, apakah ia mau untuk mengalihkan pemenuhannya pada produk lain yang sejenis / alternatif?
Secara geografis
Berdasarkan pada ketentuan pasal 1 No. 10 UU No. 5 Tahun 1999, yang dimaksud dengan pasar bersangkutan dari segi daerah adalah jangkauan atau daerah pemasaran tertentu. Pembatasan pasar bersangkutan secara geografis ditentukan sejauh mana produsen memasarkan produknya seluas itulah dihitung produsen yang memasarkan barang / produk di wilayah tersebut. Fungsi pembatasan pasar secara geografis adalah untuk menghitung pangsa pasar bersangkutan secara objektif disekitar wilayah di mana barang tersebut dipasarkan. Oleh karena itu dapat terjadi, bahwa pasar suatu barang tertentu dapat mencapai pasar regional, nasional, internasional dan bahkan pasar global. Akan tetapi UU No. 5 Tahun 1999 sudah membatasi penerapannya hanya di dalam negeri saja.


Akan tetapi KPPU telah menetapkan bahwa jangkauan penerapan UU No. 5 Tahun 1999 tidak sebatas seluas wilayah Indonesia dimana pelaku usaha memiliki kedudukan hukumnya, tetapi juga pelaku usaha yang mempunyai kedudukan hukum di luar wilayah Indonesia, tetapi perilaku pelaku usaha tersebut mempunyai dampak terhadap persaingan usaha di pasar Indonesia.

Setelah ditetapkan pasar produk suatu barang tertentu, kemudian ditetapkan pasar geografis produk tersebut, yaitu seluas mana produk-produk yang sama dan barang penggantinya dipasarkan, maka seluas wilayah itulah dihitung berapa jumlah pelaku usaha yang melakukan kegiatan usaha di wilayah tersebut, dan berapa pangsa pasar masing-masing pelaku usaha. Dari pasar geografis ini dapat disimpulkan pelaku usaha yang mana yang menguasai pangsa pasar di wilayah tersebut, pelaku usaha itulah yang memiliki posisi dominan di wilayah tersebut.

Penyalahgunaan posisi dominan
Pelaku usaha mempunyai posisi dominan tidak dilarang oleh UU No. 5 Tahun 1999, asalkan pencapaian posisi dominan tersebut dilakukan melalui persaingan usaha yang sehat. Yang dilarang oleh UU No. 5 Tahun 1999 adalah manakala pelaku usaha tersebut menyalahgunaan posisi dominannya.


Pasal 25 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999 menetapkan bahwa pelaku usaha dilarang untuk menggunakan posisi dominannya baik secara langsung maupun tidak langsung untuk :


Mencegah atau menghalangi konsumen
Pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan dapat melakukan suatu tindakan untuk mencegah atau menghalangi konsumen untuk memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas dengan menetapkan syarat perdagangan.
Membatasi pasar dan perkembangan teknologi
Pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan dapat membatasi pasar. Pengertian membatasi pasar di dalam ketentuan ini tidak dibatasi. Pengertian membatasi pasar yang dilakukan oleh pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan sebagai penjual atau pembeli dapat diartikan dimana pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan mempunyai kemungkinan besar untuk mendistorsi pasar yang mengakibatkan pelaku usaha pesaingnya sulit untuk dapat bersaing di pasar yang bersangkutan.
Menghambat pesaing potensial
Di dalam hukum persaingan usaha dikenal apa yang disebut dengan pesaing factual dan pesaing potensial. Pesaing factual adalah pelaku usaha-pelaku usaha yag melakukan kegiatan usaha yang sama di pasar yang bersangkutan. Sedangkan pesaing potensial adalah pelaku usaha yang mempunyai potensi yang ingin masuk ke pasar yang bersangkutan, baik oleh pelaku usaha dalam negeri maupun pelaku usaha dari luar negeri. Hambatan masuk pasar bagi pesaing potensial yang dilakukan oleh perusahaan swasta dan hambatan masuk pasar oleh karena kebijakan-kebijakan Negara atau pemerintah.
Adapun hambatan-hambatan tersebut dapat berupa perilaku-perilaku diskriminatif baik dalam segi harga dan non harga dan jual rugi.

Hubungan afiliasi dengan pelaku usaha yang lain
Adapun terkait dalam hal ini diatur dalam pasal 26 tentang jabatan rangkap dan pasal 27 tentang kepemilikan saham silang dalam UU No. 37 tahun 1999.


Jabatan rangkap
Pasal 26 melarang komisaris dan direksi suatu perusahaan merangkap jabatan di perusahaan yang lain apabila perusahaan-perusahaan tersebut :
Berada dalam pasar bersangkutan yang sama
Memiliki kaitan erat dalam bidang atau jenis usaha

Secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Kepemilikan saham silang
Hubungan afiliasi pelaku usaha yang satu dengan yang lain dapat dilihat dari aspek kepemilikan saham suatu pelaku usaha di dua atau lebih pelaku usaha yang bergerak di bidang usaha yang sama atau dengan pelaku usaha yang lain.
Ketentuan pasal 27 menetapkan bahwa pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar yang bersangkutan atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan yang apabila mengakibatkan:
Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu
Dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok usaha menguasai lebih dari 75% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Akan tetapi untuk dapat menentukannya, harus diadakan suatu pembuktian terlebih dahulu. Jika memang terbukti, hal berikutnya yang harus dilakukan adalah dengan membuktikan apakah dengan adanya posisi dominan tersebut, pelaku usaha akan menyalahgunakannya sehingga pasar menjadi terganggu.

Tidak ada komentar: