Jumat, 19 Februari 2010

Tentang Hak Kebebasan Beragama

A. LATAR BELAKANG
Baru-baru ini Mahkamah Konstitusi melakukan pengujian atas UU No.1 /PNPS/1945 tentang Penyalahgunaan dan / atau Penodaan Agama (UU Penodaan Agama). Dalam pengujian undang-undang ini, tampak jelas jika pemerintah masih ingin melakukan pembatasan-pembatasan hak beragama tersebut dalam beberapa pendapat yang sangat menarik.
Menteri Agama dalam hal ini berpendapat jika UU Penodaan Agama masih sangat dibutuhkan dengan tujuan untuk melindungi kemurnian agama yang diakui di Indonesia. Apabila Undang-undang ini dibatalkan, maka tidak akan ada lagi jaminan perlindungan hukum terhadap agama-agama tersebut. Akibatnya, penegak hukum kehilangan pijakan untuk menindak pelaku pencemaran agama dan masyarakat dikhawatirkan akan main hakim sendiri.
Menurutnya kebebasan yang dimiliki oleh setiap warga negara tetap ada batasnya. Pendapat ini ditegaskan dengan pasal 28J ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap hak asasi manusia bisa dibatasi asalkan pembatasannya dilakukan melalui undang-undang sebagai wujud dari kehendak rakyat. Singkatnya sebuah kebebasan tidak dapat dilakukan dengan sebebas-bebasnya.
Selain itu, Konvensi Internasional Hak Sipil dan Politik pun mengenal pembatasan tersebut.
Pasal 18 ayat (3) UU No.12 Tahun 2005 yang meratifikasi konvensi tersebut menyebutkan bahwa 'Kebebasan untuk mewujudkan salah satu agama atau kepercayaan dapat tunduk hanya pada pembatasan-pembatasan yang ditetapkan oleh hukum dan diperlukan untuk melindungi keselamatan umum, ketertiban, atau moral atau hak-hak dasar dan kebebasan orang lain'.
Senada dengan Menteri Agama, Menteri Hukum dan HAM juga menegaskan bahwa pembatasan terhadap kebebasan hak beragama juga dibatasi. Ia justru berpendapat jika untuk bisa memahami hal demikian, perlu suatu pemahaman UUD 1945 yang lebih komprehensif.
Akan tetapi sehubungan dengan hal dan materi yang ada di atas, maka kemudian membuat penulis menjadi bertanya-tanya perihal hak dan kebebasan beragama di Indonesia sehubungan dengan UU Penodaan Agama ini. Apakah selama ini Indonesia telah dapat menjamin kebebasan beragama masyarakatnya dengan baik? Atau Apakah hanya sebatas di atas kertas saja penerapannya?
Hal inilah yang kemudian mendasari penulis untuk mengangkat masalah ini sebagai dasar penulisan makalah dengan tujuan memberikan titik terang atas pokok-pokok permasalahan yang kiranya perlu dijawab dalam makalah ini.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimana peran negara Indonesia dalam melindungi hak-hak beragama sebagai bagian dari perlindungan terhadap hak-hak sipil dan politik warga negaranya?
2. Bagaimana penerapan hukum negara Indonesia dalam melindungi hak-hak beragama sebagai bagian dari perlindungan hak-hak sipil dan politik warga negaranya?

C. PEMBAHASAN
Dalam membahas perihal hak kebebasan beragama di Indonesia tentunya tidak terlepas dari konsep demokrasi, HAM dan juga hak-hak sipil dan politik masyarakat. Adapun untuk bisa memahami hal-hal ini pertama-tama kita harus memahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan HAM.
Berdasarkan UU No. 39 tahun 1999, yang dimaksud HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan Anugerah-Nya yang wajib untuk dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Adapun pembatasan terhadap HAM tersebut dapat dibagi menjadi :
1. Universal
HAM berlaku secara luas tanpa melihat perbedaan suku, agama, ras, kepercayaan, usia, latar belakang, jenis kelamin, warna kulit.
2. Melekat (inherent)

Hak tersebut bukan hasil pemberian kekuasaan/ orang lain dan tidak dapat dicabut dalam keadaan apapun juga.

Adapun ruang lingkup dari HAM adalah : 

a. Larangan Diskriminasi
Prinsip non diskriminasi adalah suatu konsep sentral dalam kaidah hak asasi manusia. Prinsip tersebut dapat diketemukan dalam instrumen umum hak asasi manusia. Komite Hak Asasi Manusia telah menyatakan bahwa dengan mengacu pada persamaan jenis kelamin Kovenan International mengenai hak sipil dan politik tidak hanya memerlukan perlindungan tetapi juga memerlukan tindakan penguat yang dimaksudkan untuk menjamin perolehan positif hak-hak yang sama.
b. Hak atas Penghidupan, Kemerdekaan, dan Keselamatan seseorang.
c. Larangan penganiayaan
Berkaitan dengan pelarangan atas penganiayaan atau perlakuan secara kejam dengan tak mengingat kemanusiaan ataupun cara perlakuan atau hukuman yang menghinakan.
d. Hak Persamaan di Muka Hukum.
Merupakan suatu klausul nondiskriminasi. Ada tiga aspek yang dicakup oleh ketentuan ini. Aspek pertama adalah persamaan di muka hukum. Aspek kedua yaitu perlindungan hukum yang sama, dan aspek ketiga adalah perlindungan dari diskriminasi.
e. Hak Kebebasan Bergerak dan Berdiam
Berkaitan dengan kebebasan memilih tempat tinggal dalam suatu Negara, kebebasan meninggalkan dan memasuki negerinya sendiri, hak untuk tidak dikeluarkan dari suatu negeri tanpa diberi kesempatan untuk menyanggah keputusan tersebut, dan bebas dari pengasingan.
f. Hak atas Kebebasan Pikiran, Hati Nurani, dan Agama

Berkenaan dengan kebebasan seseorang berpendapat dan memeluk suatu keyakinan tertentu.


Adapun sesungguhnya konsep perlindungan HAM di Indonesia sendiri telah dikenal dalam UUD 1945 khususnya dalam Bab X A Undang-undang Dasar 1945 dimana dalam Bab X tersebut mencakup hal-hal sebagai berikut :
1. Hak untuk hidup dan mempertahankan hidup dan kehidupannya (Pasal 28 A)
2. Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang syah (Pasal 28 B ayat 1)
3. Hak anak untuk kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 28 B ayat 2)
4. Hak untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar (Pasal 28 C ayat 1)
5. Hak untuk mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya (Pasal 28 C ayat 1)
6. Hak untuk mengajukan diri dalam memperjuangkan haknya secara kolektif (Pasal 28 C ayat 2)
7. Hak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang sama di depan hukum (Pasal 28 D ayat 1)
8. Hak utnuk bekerja dan mendapat imbalan serta perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (Pasal 28 D ayat 3)
9. Hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan (Pasal 28 D ayat 3)
10. Hak atas status kewarganegaraan (Pasal 28 D ayat 4)
11. Hak kebebasan untuk memeluk agama dan beribadah menurut agamanya (Pasal 28 E ayat 1)
12. Hak memilih pekerjaan (Pasal 28 E ayat 1)
13. Hak memilih kewarganegaraan (Pasal 28 E ayat 1)
14. Hak memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak untuk kembali (Pasal 28 E ayat 1)
15. Hak kebebasan untuk meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai hati nuraninya (Pasal 28 E ayat 2)
16. Hak kebebasan untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat (Pasal 28 E ayat 3)
17. Hak untuk berkomunikasi dan memeperoleh informasi (Pasal 28 F)
18. Hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda (Pasal 28 G ayat 1)
19. Hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi manusia (Pasal 28 G ayat 1)
20. Hak untuk bebeas dari penyiksaan (torture) dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia (Pasal 28 G ayat 2)
21. Hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat (Pasal 28 H ayat 1)
22. Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan (Pasal 28 H ayat 1)
23. Hak untuk mendapat kemudahan dan perlakuan khusus guna mencapai persamaan dan keadilan (Pasal 28 H ayat 2)
24. Hak atas jaminan sosial (Pasal 28 H ayat 3)
25. Hak atas milik pribadi yang tidak boleh diambil alih sewenang-wenang oleh siapapun (Pasal 28 H ayat 4)
26. Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut (retroaktif) (Pasal 28 I ayat 1)
27. Hak untuk bebas dari perlakuan diskriminasi atas dasar apapun dan berhak mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminatif tersebut (Pasal 28 I ayat 2)
28. Hak atas identitas budaya dan hak masyarakat tradisional (Pasal 28 I ayat 3)
29. Perlindungan, pemajuan, penegakkan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah (pasal 28 I ayat 4)
30. Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan (pasal 28I ayat 5)
31. Setiap orang wajib menghormati hak orang lain (pasal 28 J ayat 1)
32. Setiap orang dalam menjalankan hak dan kebebasanya wajib tunduk kepada pembatasan yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang (pasal 28 J ayat 2)

Akan tetapi sebenarnya apabila kita tinjau hak-hak yang dikategorikan sebagai Hak Asasi Manusia tersebut, kita akan menemukan beberapa hak yang disebut sebagai hak-hak sipil dan politik.
Lantas apa yang dimaksud dengan hak-hak sipil dan politik? Adapun yang dimaksud dengan hak-hak sipil dan politik adalah hak yang bersumber dari martabat dan melekat pada setiap manusia yang dijamin dan dihormati keberadaannya oleh negara agar menusia bebas menikmati hak-hak dan kebebasannya dalam bidang sipil dan politik.
Sedianya hak-hak sipil dan politik itu memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Dicapai dengan segera;
2. Negara bersifat pasif;
3. Dapat diajukan ke pengadilan;
4. Tidak bergantung pada sumber daya;
5. Non-ideologis.
Lalu bagaimana HAM tersebut bisa berhubungan dengan hak-hak sipil dan politik? Adapun sebenarnya hak-hak sipil dan politik tersebut merupakan bagian kecil dari hak asasi manusia dimana hak-hak sipil dan politik itu meliputi :
1. Hak hidup;
2. Hak bebas dari penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi;
3. Hak bebas dari perbudakan dan kerja paksa;
4. Hak atas kebebasan dan keamanan pribadi;
5. Hak atas kebebasan bergerak dan berpindah;
6. Hak atas pengakuan dan perlakuan yang sama dihadapan hukum;
7. Hak untuk bebas berfikir, berkeyakinan dan beragama;
8. Hak untuk bebas berpendapat dan berekspresi;
9. Hak untuk berkumpul dan berserikat;
10. Hak untuk turut serta dalam pemerintahan.

Tampak jelas jika hak kebebasan berfikir, berkeyakinan dan beragama termasuk dalam hak -hak sipil dan politik sebagaimana tersebut diatas, maka berhubungan dengan topik yang penulis bahas kali ini. Hal ini kemudian membuat topik ini kiranya pantas dibawa dalam kajian tentang hukum dan HAM.
Oleh karena itu marilah kita sekiranya segera menuju pada permasalahan pertama mengenai peran negara dalam melindungi hak-hak beragama sebagai bagian dari perlindungan terhadap hak-hak sipil dan politik warga negaranya? Sebenarnya apabila dicermati secara seksama, maka kita akan menemukan bahwa pemerintah sebenarnya sudah melakukan beberapa upaya secara hukum untuk dapat melindungi hak-hak kebebasan beragama rakyatnya. Hal itu tampak dari beberapa ketentuan hukum yang sedianya mengatur meliputi :
* Pasal 28 E Undang-undang Dasar 1945
“(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih
pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya serta berhak kembali.
(2)Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
(3)Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”

* Pasal 29 Undang-undang Dasar 1945
“(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.”

* Pasal 22 UU No.39 tahun 1999 tentang HAM
“(1) Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
(2) Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing
dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”

* UU No. 12 tahun 2005 tentang pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights
Adapun yang berkaitan dengan topik ini, pasal-pasal yang terkait dalam International Covenant On Civil And Political Rights:
a. Article 2 :
“(1) Each State Party to the present Covenant undertakes to respect and to ensure to all individuals within its territory and subject to its jurisdiction the rights recognized in the present Covenant, without distinction of any kind, such as race, colour, sex, language, religion, political or other opinion, national or social origin, property, birth or other status.
(2) Where not already provided for by existing legislative or other measures, each State Party to the present Covenant undertakes to take the necessary steps, in accordance with its constitutional processes and with the provisions of the present Covenant, to adopt such laws or other measures as may be necessary to give effect to the rights recognized in the present Covenant.
(3) Each State Party to the present Covenant undertakes:
a. To ensure that any person whose rights or freedoms as herein recognized are violated shall have an effective remedy, notwithstanding that the violation has been committed by persons acting in an official capacity;
b. To ensure that any person claiming such a remedy shall have his right thereto determined by competent judicial, administrative or legislative authorities, or by any other competent authority provided for by the legal system of the State, and to develop the possibilities of judicial remedy;
c. To ensure that the competent authorities shall enforce such remedies when granted.”
b. Article 4
“(1) In time of public emergency which threatens the life of the nation and the existence of which is officially proclaimed, the States Parties to the present Covenant may take measures derogating from their obligations under the present Covenant to the extent strictly required by the exigencies of the situation, provided that such measures are not inconsistent with their other obligations under international law and do not involve discrimination solely on the ground of race, colour, sex, language, religion or social origin.
(2) No derogation from articles 6, 7, 8 (paragraphs I and 2), 11, 15, 16 and 18 may be made under this provision.
(3) Any State Party to the present Covenant availing itself of the right of derogation shall immediately inform the other States Parties to the present Covenant, through the intermediary of the Secretary-General of the United Nations, of the provisions from which it has derogated and of the reasons by which it was actuated. A further communication shall be made, through the same intermediary, on the date on which it terminates such derogation.”
c. Article 18
“(1) Everyone shall have the right to freedom of thought, conscience and religion. This right shall include freedom to have or to adopt a religion or belief of his choice, and freedom, either individually or in community with others and in public or private, to manifest his religion or belief in worship, observance, practice and teaching.
(2) No one shall be subject to coercion which would impair his freedom to have or to adopt a religion or belief of his choice.
(3) Freedom to manifest one's religion or beliefs may be subject only to such limitations as are prescribed by law and are necessary to protect public safety, order, health, or morals or the fundamental rights and freedoms of others.
(4) The States Parties to the present Covenant undertake to have respect for the liberty of parents and, when applicable, legal guardians to ensure the religious and moral education of their children in conformity with their own convictions.”

Sehingga beranjak dari hal ini, tampak dengan jelas apabila secara yuridis pemerintah sekiranya telah memberikan perlindungan yang cukup terhadap kebebasan hak beragama. Bahkan apabila hendak ditelusuri lebih lanjut secara hukum. Perlindungan terhadap hak kebebasan beragama (termasuk juga dalam hal ini adalah HAM secara keseluruhan) juga telah menjadi kewajiban pemerintah seperti yang tertuang dalam Pasal 8 UU No. 39 tahun 1999 :
“Perlindungan, pemajuan, penegakkan, dan pemenuhan hak asasi manusia terutama menjadi tanggung jawab Pemerintah.”
Kemudian bagaimana dengan penerapan perlindungak hak kebebasan beragama tersebut di Indonesia oleh pemerintah? Hal inilah yang sebenarnya penulis coba untuk lebih mengkritisi sebab tidak bisa dipungkiri bahwa seringkali pelaksanaan hukum (entah itu terkait dengan HAM atau dengan hal-hal lain) berbeda antara teori dengan praktek. Dalam hal melindungi kebebasan beragama ini, timbul banyak pertanyaan:
* Apakah pelaksanaan perlindungan hak kebebasan beragama itu telah sesuai ?
* Apakah pelaksanaan perlindungan hak kebebasan beragama itu mencakup semua ?
* Dalam kaitannya dengan topik ini, apakah Undang-undang Penodaan Agama bertentangan dengan perlindungan hak kebebasan beragama?
Oleh karena itu marilah kita mulai dari pertanyaan pertama dalam hal perlindungan hak kebebasan beragama, sebenarnya apabila kita berbicara mengenai pelaksanaan hak kebebasan beragama tersebut, kita akan menemukan kenyataan bahwa sebenarnya pelaksanaan tersebut dapat terlaksana dengan baik. Hal ini tampak dari kerukunan antar umat beragama yang tampak di berbagai daerah dan kenyataan bahwa masyarakat masih dapat melaksanakan kegiatan ibadah dan berkeyakinan tanpa ada gangguan.
Akan tetapi jawaban yang demikian akan menjadi berbeda apabila kita berbicara mengenai cakupan dari hak kebebasan beragama itu sendiri. Dalam pelaksanaannya seringkali hak kebebasan beragama itu hanya berlaku bagi sebagian orang saja. Tidak semua orang bisa menikmati kebebasan beragama tersebut secara utuh dan bahkan dalam berbagai macam kasus tidak jarang pemerintah justru menjadi pelaku atas pelanggaran hak kebebasan beragama itu sendiri (misal : pembiaran suatu pengrusakan dan penganiayaan umat agama tertentu oleh umat beragama lain). Masih banyak kasus yang seakan menyatakan jika hak kebebasan beragama tersebut hanya bisa dinikmati oleh sebagian kelompok saja, sebut saja salah satu yang cukup klasik adalah penerapan Peraturan Bersama Dua Menteri Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadah dinilai gagal mengakomodasi hak umat beragama yang justru terkadang mempersulit umat beragama tertentu dalam melaksanakan kegiatan agamanya. Tidak jarang juga dalam berbagai kasus pemerintah justru kalah dengan desakan beberapa kelompok untuk melarang kebebasan umat beragama tertentu.
Dan terakhir adalah berkaitan dengan UU Penodaan Agama. Memang sepintas apabila kita lihat undang-undang ini seakan membatasi hak-hak kebebasan beragama sesuai dengan apa yang penulis angkat dalam makalah ini, akan tetapi apabila kita melihatnya lebih lanjut maka kita akan menemukan bahwa sesungguhnya perihal kebebasan agama yang katanya dibatasi dalam UU Penodaan agama ini tidak terjadi.
Mengapa demikian? Memang seringkali UU ini digunakan untuk menindas umat beragama dari aliran agama tertentu (atau sering disebut sebagai aliran sesat) akan tetapi apakah memang demikian? Apakah penindasan itu dibenarkan? Sebenarnya apabila kita berbicara dalam ruang lingkup 'penindasan' kita perlu ingat pada Penetapan Presiden No. 1/1965 yang kemudian melalui UU No. 5/1969, ditetapkan sebagai UU (UU No. 1/Pnps/1965) di mana disebutkan bahwa agama yang diakui di Indonesia ada 6 yaitu:
1. Islam
2. Kristen
3. Katholik
4. Hindu
5. Budha
6. Khonghucu
Tampak dalam hal ini bahwa sesungguhnya UU terkait penodaan agama itu justru melindungi umat dari agama-agama yang diakui tersebut dalam menjalankan ibadahnya (melindungi dari adanya penodaan agama lewat aliran-aliran keagamaan yang menyimpang atau penghinaan/ hal-hal lain yang termasuk). Dalam hal ini penulis agaknya sependapat dengan pendapat menteri agama yang menyatakan bahwa sedianya undang-undang ini diperlukan agar masyarakat tidak main hakim sendiri sehingga ketertiban umum bisa diterwujud. Hanya saja dalam pelaksanaannya saja yang masih harus diperbaiki lagi dengan berbagai macam pertimbangan perihal :
* Bagaimana dengan kepercayaan asli masyarakat setempat?
Perlu diketahui bahwa di Indonesia masih banyak kepercayaan masyarakat setempat yang terlepas dari keenam agama yang diakui oleh pemerintah.
* Pelaksanaanya
Apakah penerapan dari UU Penodaan agama tersebut dapat mencegah aksi main hakim sendiri oleh masyarakat?

D. KESIMPULAN
Pemerintah memiliki kewajiban untuk melindungi Hak-hak sipil dan politik (sebagai bagian dari HAM) secara keseluruhan tidak terkecuali dalam hal melindungi kebebasan beragama warga negaranya. Hal ini memang sedianya secara hukum telah dilakukan oleh pemerintah melalui beberapa peraturan seperti :
* UUD 1945
* UU No. 39 tahun 1999
* UU No.12 tahun 2005
Hanya saja kembali pada apa yang dikemukakan oleh Jean Jaques Rousseau dalam bukunya yang berjudul Du Contract Social, pemerintah yang sempurna tidak ada di dunia ini. Penerapannya perlindungan hak kebebasan beragama memang masih membutuhkan banyak perbaikan agar jangan sampai perlindungan hak kebebasan beragama tersebut bukan berdasarkan pada hukum tetapi pada demokrasi mayoritas.
Dan dalam hal UU Penodaan Agama, dalam hal ini penulis sama sekali tidak menemukan suatu indikasi adanya suatu pengekangan atas hak kebebasan beragama itu, akan tetapi lagi-lagi masih ada beberapa hal yang harus dibenahi perihal pelaksanaannya.

DAFTAR PUSTAKA
Rousseau, Jean Jaques, 1712, Du Contract Social. Penguin Classics, London
International Covenant on Civil and Political Rights
Undang- Undang Dasar 1945
Undang- Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Undang- Undang No. 12 tahun 2005 tentang pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights.
http://hukumham.info/index.php?option=com_content&task=view&id=278&Itemid=51
www. Google.com
www. Hukumonline.com
www. Kompas.com

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Dear Bapak Roy

mohon kira nya di tindaklanjuti,
Perusahaan kami PT. Exertainment Indonesia (celebrity fitness) beralamat di Ged Chase Plasa lt.14, jl jendral sudirman kav 21 jaksel
sangat menyedihkan sekali, tidak menyediakan ruang sholat di kantor kami.

Kadang ada beberapa teman kami bil sholat di salah satu ruangan, ada saja di cari kesalahan kami dlm bekerja oleh HRD Manager bernama R@ndi K@rm@n
Mohon kira nya Bapak bisa membantu kami di sini.

Terimakasih atas perhatiannya