Putusan MA No. 2744 K/Pid/2006
Tanggal, 31 Januari 2007
A. Kaidah Hukum : Apabila jaksa / penuntut umum tidak dapat membuktikan bahwa uang negara dalam tindak pidana korupsi telah digunakan untuk kepentingan terdakwa, maka tuntutan perihal uang pengganti atas kerugian negara akibat tindak pidana korupsi yang bersangkutan tidak dapat dikabulkan oleh MA
B. Identitas Terdakwa :
Nama : Adi Nursyah
Umur : 37 tahun
Alamat : Jalan Abdul Hamid Hakim No. 52, Padang Panjang, Kecamatan Padang Panjang Barat.
Pekerjaan/ Jabatan : Mantan Direktur Perusahaan Daerah Tuah Saiyo Padang Panjang.
C. Pasal dan Kerugian Anggaran
Pasal yang Didakwakan :
a. Kesatu :
- Primair : Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang- Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP ;
- Subsidair : Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang- Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP
2. Kerugian Keuangan :
a. Jumlah : Rp. 685.000.000,- (enam ratus delapan puluh lima juta rupiah)
b. Berasal dari : Penyelewengan dana penyertaan modal II dari Pemda Padang Panjang yang seharusnya digunakan untuk pembiayaan Perusahaan Daerah Tuah Saiyo Padang Panjang.
D. Kasus Posisi :
Bahwa Perusahaan Daerah Tuah Saiyo Padang Panjang didirikan pada tanggal 11 Juli 1995 dengan dasar Perda Kota Madya Daerah Padang Panjang Tk.II Nomor : 8 Tahun 1995 yang kemudian diubah dengan Perda Nomor : 8 Tahun 2004 dengan nama Perusahaan Daerah Tuah Saiyo, yang bertujuan untuk mengelola dan memanfaatkan potensi daerah, sebagai sarana pengembangan perekonomian dalam rangka pembangunan daerah dan keuangan daerah serta menyerap tenaga kerja dan memupuk kekayaan/mencari keuangan dengan memperhatikan prinsip-prinsip ekonomi ;
Modal Perusahaan Daerah Tuah Saiyo Padang Panjang terdiri dari Penyertaan Modal Pemerintah Padang Panjang yang merupakan aset yang diserahkan, dan Penyertaan Modal Pihak Ketiga dengan persetujuan Kepala Daerah ;
Bahwa penyusunan APBD Kota Padang Panjang tahun 2005, Terdakwa sebagai Direktur Perusahaan Daerah Tuah Saiyo mengajukan permohonan kepada Walikota Padang Panjang untuk minta dana penyertaan modal dari Pemko Padang Panjang yang disetujui sebesar Rp. 1.000.000.000,- yang digunakan untuk penguatan modal lancar guna operasional perusahaan dalam mendapatkan profit, dalam hal ini adalah untuk melaksanakan program kerja dalam bidang produksi dan pemasaran kulit serta pemasaran batu kapur berikut pengadaan timbangan elektronik untuk batu kapur ;
Adapun tugas dan tanggung jawab Terdakwa selaku direktur adalah sesuai dengan pasal 9 Perda No.9 tahun 2004;
Bahwa Dana Penyertaan Modal untuk Perusahaan Daerah Tuah Saiyo sebesar Rp. 1.000.000.000,- yang dianggarkan pada APBD tahun 2005 dimasukkan pada pos pembiayaan dimana dana tersebut dicairkan dalam dua tahap yaitu tahap I tanggal 24 Maret 2005 sebesar Rp. 600.000.000,- dan tahap II tanggal 12 Juli 2005 sebesar Rp. 400.000.000,-;
Proses pencairan Dana Penyertaan Modal tahap I sebesar Rp.600.000.000,- dilakukan Terdakwa dengan cara mengajukan permohonan pencairan dana penyertaan modal kepada Walikota Padang Panjang berupa Proposal tertanggal 3 Maret 2005 melalui Bagian Perekonomian Pemko Padang Panjang. Proposal tersebut disetujui oleh Walikota Padang Panjang dan dana penyertaan modal tersebut dicairkan melalui bagian Keuangan yang menerbitkan SPMU untuk mencairkan dana tersebut di Kas Daerah (Bank Nagari) pada tanggal 24 Maret 2005. Dana tersebut langsung ditransfer ke rekening perusahaan;
Pencairan Dana Penyertaan Modal tahap II sebesar Rp 400.000.000,- dilakukan Terdakwa dengan cara mengajukan permohonan pada tanggal 30 Mei 2005 kepada Walikota melalui Kabag Perekonomian lalu Kabag Perekonomian membuat telaahan staf kepada Walikota dan laporan tersebut dinaikkan kepada Asisten III yang ditanggapi dengan telaahan staf dan rekomendasi bahwa uang di perusahaan masih ada lebih kurang Rp.422.000.000,- kalau perusahaan membutuhkan uang agar dilampirkan Proposal untuk apa penggunaan dana yang Rp. 400.000.000,- lagi dan rekomendasi tersebut disetujui oleh Walikota pada tanggal 28 Juni 2005 yang pada intinya menolak permohonan Terdakwa . Karena permohonan tersebut ditolak maka Terdakwa menemui Walikota untuk meminta agar dana Penyertaan Modal dicairkan, atas pertemuan tersebut Walikota meminta agar Kabag Perekonomian untuk menemui Walikota keesokan harinya di kantor. Kemudian keesokan harinya Kabag Perokonomian menemui Walikota tapi telaahan staf dari Asisten III ditarik Terdakwa dan tidak diberikan kepada Kabag Perekonomian, sehingga dana tersebut disetujui pada tanggal 29 Juni 2005 oleh Walikota untuk dicairkan oleh Terdakwa pada Bagian Keuangan Pemko Padang Panjang tanggal 12 Juli 2005 tanpa diketahui Walikota bahwa permohonan itu telah ditolak sebelumnya;
Bahwa Dana Penyertaan Modal yang diterima Perusahaan Daerah Tuah Saiyo sebesar Rp, 1.000.000.000,- sesuai Program kerja yang diajukan Terdakwa diperuntukkan guna membiayai program kerja Perusahaan Daerah Tuah Saiyo yaitu untuk meningkatkan Kinerja lndustri yang sudah ada terutama dalam bidang kulit dan batu kapur dengan beberapa program yang telah direalisasikan oleh Terdakwa selama penggunaannya.
Bahwa dalam menggunakan dana perusahaan.Terdakwa melakukan tanpa sepengetahuan atau seizin Badan Pengawas Perusahaan Daerah Tuah Saiyo. Hal ini bertentangan dengan Pasal 3 ayat (2) jo Pasal 9 huruf c Perda Kota Padang Panjang No. 9 Tahun 2004, hal ini tampak dari fakta bahwa tidak seluruh dana digunakan untuk membiayai program kerja dimaksud tetapi digunakan untuk hal lain di luar kepentingan Program kerja yaitu kepentingan pihak ke 3 yang tidak ada kaitan dengan Perusahaan Daerah Tuah Saiyo dan dalam pengeluaran dana tersebut dari kas perusahaan Terdakwa lakukan dengan prosedur yang salah yang tidak lazim dalam pengelolaan uang perusahaan (uang negara). yaitu pada tanggal 17 Mei 2005 Terdakwa mengaku menerima telpon HP dari seseorang yang mengaku sebagai Walikota Padang Panjang Suir Syam untuk meminjam dana tersebut. Atas permintaannya Terdakwa memerintahkan saksi MUNZIR untuk mengambil uang di rekening Bank Nagari Padang Panjang sebesar Rp. 30.000.000.- yang slip pengambilan uang tersebut ditandatangani oleh Terdakwa kemudian Terdakwa perintahkan untuk mentransfer uang tersebut ke rekening An. Mayun Winangun oleh saksi MUNZIR melalui Bank BNI Padang Panjang atas nama Suir Syam ;
Kemudian pada tanggal 18 Mei 2005 Terdakwa memerintahkan saksi MUNZIR untuk mengambil uang ke Bank Nagari Padang Panjang sebesar Rp. 50.000.000,-. Slip pengambilan uang tersebut ditandatangani oleh Terdakwa, kemudian Terdakwa memerintahkan MUNZIR untuk mengirim uang tersebut ke rekening An. Heru Henrianto melalui Bank BNI Padang Panjang atas nama Suir Syam ;
Masih pada tanggal 18 Mei 2006 kembali Terdakwa memerintahkan saksi MUNZIR untuk mengambil uang dari rekening perusahaan sebesar Rp. 100.000.000,- slip pengambilan uang tersebut ditandatangani oleh Terdakwa dan transfer uang tersebut sebenarnya dilakukan Terdakwa sendiri tetapi karena ramai, Terdakwa meminta isterinya untuk mengisi aplikasi dan mentransfer uang tersebut ke rekening An. Teguh Riyanto sebesar Rp. 50.000.000,- dan rekening An Mayun Winangun sebesar Rp. 50.000.000,- ;
Selanjutnya pada tanggal 19 Mei 2005 Terdakwa memerintahkan saksi MUNZIR untuk mengambil uang dari rekening perusahaan di Bank Nagari An. Teguh Riyanto sebesar Rp. 130.000.000,-. Pengambilan uang tersebut dilakukan melalui slip pengambilan yang ditandatangani oleh Terdakwa dan pengambilan dilakukan 2 kali, yang pertama sebesar Rp. 100.000.000,- dan yang kedua sebesar Rp. 30.000.000,- dan kemudian Terdakwa perintahkan saksi MUNZIR untuk mentransfer uang melalui Bank BNI Padang Panjang ke rekening An. Heru Henrianto sebesar Rp. 50.000.000,- atas nama H.M. Tamrin dan ke rekening Teguh Riyanto sebesar Rp. 30.000.000,- atas nama H.M. Tamrin dan ke rekening An. Mayun Winangun sebesar Rp. 50.000.000,- dengan pengirim Suir Syam ;
Kemudian pada tanggal 20 Mei 2005 Terdakwa memerintahkan saksi MUNZIR untuk mengambil uang dari rekening Bank Nagari Padang Panjang sebesar Rp. 50.000.000,- pengambilan uang tersebut melalui slip pengambilan uang yang Terdakwa tanda tangani sendiri dan kemudian Terdakwa perintahkan saksi MUNZIR untuk mentransfer uang tersebut ke rekening Teguh Riyanto sebesar Rp. 50.000.000,- atas nama HM. Tamrin ;
Selanjutnya pada tanggal 26 Mei 2005 Terdakwa memerintahkan Munzir untuk mengambil uang dari rekening perusahaan sebesar Rp. 15.000.000,- pengambilan uang dilakukan melalui slip pengambilan uang yang ditandatangani oleh Terdakwa sendiri dan kemudian Terdakwa memerintahkan saksi MUNZIR untuk mentransferkan uang tersebut ke rekening An. Teguh Riyanto sebesar Rp 15.000.000,- atas nama Suir Syam;
Kemudian pada tanggal 13 Juli 2005 Terdakwa perintahkan saksi Munzir untuk mengambil uang dari rekening perusahaan sebesar Rp. 150.000.000,- pengambilan uang tersebut melalui slip pengambilan uang yang ditandatangani oleh Terdakwa dan kemudian Terdakwa perintahkan stafnya yaitu Erita Syahminan untuk mentransfer melalui BNI Padang Panjang ke rekening An. Eddy Mulyono sebesar Rp. 55.000.000,- atas nama Suir Syam dan ke rekening An. Heru Henrianto sebesar Rp.55.000.000,- Atas nama Suir Syam. Sisa uang sebesar Rp 40.000.000,- dimasukkan ke rekening perusahaan oleh Terdakwa melalui Erita Syahminan;
Pada tanggal 14 Juli 2005 pagi harinya Terdakwa transfer uang bersama saksi Erita Syahminan ke rekening An. IDRIS dengan cara pemindah bukuan dari rekening perusahaan di Bank BNI Padang Panjang sebesar Rp. 50.000.000,-;
Kemudian pada tanggal 14 Juli 2005 setelah mentransfer uang ke IDRIS Terdakwa perintahkan saksi MUNZIR untuk mengambil uang dari rekening perusahaan di Bank Nagari sebesar Rp. 150.000.000,- pengambilan uang tersebut melalui slip pengambilan uang yang ditandatangani sendiri oleh Terdakwa kemudian Terdakwa bersama saksi Erita Syahminan pergi ke BNI Bukittinggi untuk mentransfer uang ke rekening An. Eddy Mulyono sebesar Rp. 50.000.000,- dengan pengirim An. Suir Syam, kemudian ke rekening An. Heru Henrianto sebesar Rp. 50.000.000,- dan ke rekening An. Agustina sebesar Rp. 50.000.000,- atas nama Suir Syam, sedangkan aplikasi pengiriman uang yang ditandatangani oleh Terdakwa;
Bahwa Terdakwa telah mentransfer sejumlah uang (dana perusahaan) ke beberapa nomor rekening tertentu, tanpa tujuan yang jelas dan tanpa konfirmasi terlebih dahulu kepada Walikota Padang Panjang sebagai orang yang diakui Terdakwa telah memintanya melalui HP untuk mentransfer, padahal Terdakwa tahu Nomor HP yang masuk tersebut bukan Nomor HP Walikota Padang Panjang yang lazim, melainkan nomor yang lain yang menurut Terdakwa diperoleh dari orang lain dan naifnya lagi perbuatan tersebut dilakukan oleh Terdakwa berulang-ulang sampai 15 kali pengiriman ke 6 nomor rekening dalam rentang waktu antara tanggal 17 Mei sampai 14 Juli 2005 yang merupakan jangka waktu 2 bulan merupakan jangka waktu yang panjang dan jangka waktu yang cukup untuk berfikir dan konfirmasi. Mengingat bahwa apabila dilihat jarak antara Kantor Terdakwa dengan Kantor Walikota Padang Panjang adalah suatu hal yang mustahil Terdakwa tidak bertemu atau tidak sempat bertemu dengan Walikota Padang Panjang untuk melakukan konfirmasi, sehingga dipandang sebagai perbuatan yang tidak patut dilakukan oleh Terdakwa selaku Direktur Perusahaan Daerah dan melanggar prinsip " Prudencial " yaitu prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan uang Negara ;
Bahwa berdasarkan Pasal 9 huruf f dan h perda Kota Padang Panjang No. 9 Tahun 2004 tentang pembentukan organisasi dan Tata Kerja Perusahaan Daerah Tuah Saiyo Padang Panjang yang mana Direktur wajib menyampaikan laporan berkala mengenai seluruh kegiatan termasuk neraca dan perhitungan laba rugi Perusahaan Daerah setiap tahun. Tetapi hal tersebut tidak dilakukan oleh Terdakwa ;
Bahwa perbuatan Terdakwa juga bertentangan dengan Perda Nomor 8 tahun 2004 tentang perubahan atas Perda Kodya Tk.II Kota Padang dan berdasarkan ketentuan yang lazim, penyimpanan dana di Bank tersebut atas nama Rekening Perusahaan. Dana di Bank tersebut atas nama Rekening Perusahaan Daerah dan Specimentnya ditanda tangani oleh Direktur dan bagian keuangan untuk menghindari pengeluaran/penarikan uang yang dilakukan orang pribadi, tetapi hal tersebut tidak dilakukan oleh Terdakwa;
Akibat perbuatan Terdakwa, negara dirugikan sebesar Rp 685.000.000,-;
E. Dakwaan
- Primair : Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang- Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP ;
- Subsidair : Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang- Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP
F. Tuntutan :
1. Menyatakan bahwa Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama.
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Adi Nursyah dengan pidana penjara selama 6 (enam) tahun dengan perintah agar Terdakwa ditahan. Menghukum Terdakwa dengan pidana denda sebesar Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) Subsidair 6 (enam) bulan kurungan ; Menghukum Terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp. 685.000.000,- (enam ratus delapan puluh lima juta rupiah) dan jika terpidana tidak membayar uang pengganti dipidana dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun
3. Menyatakan barang bukti untuk dikembalikan pada yang berhak;
4. Menetapkan supaya terdakwa dibebani biaya perkara sebesar Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah);
G. Putusan PN
a. Putusan :
- Menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana “Secara bersama-sama melakukan Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan sebagai perbuatan berlanjut”;
- Menjatuhkan pidana penjara kepada Terdakwa selama 4 tahun;
- Menetapkan lamanya Terdakwa berada dalam tahanan sebelum putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap, akan dikurangkan seluruhnya dari pidana penjara yang dijatuhkan ;
- Menghukum Terdakwa dengan hukuman denda sebesar Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila pidana denda tidak dibayar, maka kepada Terdakwa dikenakan hukuman pengganti berupa pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan ;
- Menetapkan Terdakwa tetap berada dalam tahanan;
- Memerintahkan agar barang bukti dikembalikan kepada PD. Tuah Saiyo.
- Membebankan Terdakwa untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp 5.000,-
b. Pertimbangan Hukum : -
H. Putusan PT
a. Putusan :
Menerima permintaan banding dari Penuntut Umum dan Terdakwa;
Menguatkan putusan PN Padang Panjang tanggal 10 Agustus 2006 No. 22/PID.B/2006/PN.PP;
Memerintahkan Terdakwa tetap ditahan;
Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa pada dua tingkat peradilan yang dalam tingkat banding ini saja ditetapkan Rp 1.000,-
b. Pertimbangan Hukum : -
I. Putusan MA (kasasi) :
a. Alasan-Alasan Pengajuan Kasasi :
1. Pemohon kasasi I :
Bahwa hakim PN Sumatra Barat tidak menerapkan hukum dengan sebagai mana mestinya dimana hukuman tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp 685.000.000,- tidak dikabulkan dalam putusan PN Sumatra Barat.
Bahwa tujuan uang pengganti tersebut adalah dalam rangka ganti kerugian atas keuangan negara.
2. Pemohon kasasi II :
Bahwa PN Sumatra Barat tidak menerapkan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan sebagaimana mestinya.
Bahwa baik PN Sumatra Barat dan PT Padang telah keliru dalam menerapkan unsur merugikan keuangan negara;
Bahwa pengadilan telah juga salah dalam menerapkan unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi.
b. Putusan :
Menolak permohonan kasasi baik dari Pemohon Kasasi I/ Jaksa Penuntut Umum maupun permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi II/ Terdakwa;
c. Pertimbangan Hukum :
1. Terhadap permohonan pemohon Kasasi I
Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, karena Judex Factie sudah tepat dan benar, yaitu tidak salah menerapkan hukum, sebab Jaksa/Penuntut Umum tidak dapat membuktikan bahwa uang sebesar Rp. 685.000.000,- (enam ratus delapan puluh lima juta rupiah) telah digunakan untuk kepentingan Terdakwa ;
2. Terhadap permohonan pemohon Kasasi II
Bahwa alasan-alasan ini tidak dapat dibenarkan, karena Judex Facti sudah tepat dan benar, yaitu tidak salah menerapkan hukum, lagi pula alasan- alasan tersebut mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, keberatan semacam itu tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi, karena pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenaan dengan tidak diterapkan suatu peraturan hukum atau peraturan hukum tidak diterapkan sebagaimana mestinya, atau apakah cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan Undang-Undang, dan apakah Pengadilan telah melampaui batas wewenangnya, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 253 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Undang-undang No. 8 Tahun 1981) ;
K. Analisis :
Korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus maupun pegawai negeri yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri sendiri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya dengan cara menyalahgunakan kekuasaan publik yang telah dipercayakan oleh rakyat kepada mereka.
Unsur-unsur dakwaan Primair jaksa penuntut umum dalam perkara No.2744 K/Pid/2006, antara lain:
Pasal 2 ayat (1) UU No.31 tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001
“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000, 00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000, 00 (satu miliar rupiah)”
Adapun yang dimaksud dengan “secara melawan hukum” dalam pasal ini mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil dan materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun jika perbuatan itu dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma keadilan yang berlaku dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana. Perlu dipahami jika perbuatan tindak pidana korupsi itu merupakan delik formil.
Adapun unsur-unsur yang harus dibuktikan adalah sebagai berikut :
Setiap orang
Perbuatan melawan hukum
Memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi
Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
A. Setiap orang
Yang dimaksud dengan setiap orang dalam hal ini adalah pegawai negeri. Pegawai Negeri itu meliputi :
Pegawai Negeri sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang kepegawaian
Pegawai Negeri sebagaimana yang dimaksud dalam KUHP
Orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah
Orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah
atau
Orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat.
Dalam hal ini, Terdakwa adalah seorang Direktur Perusahaan Daerah Tuah Saiyo Padang Panjang yang merupakan sebuah BUMD pada saat melakukan tindak pidana korupsinya. Jadi unsur ini telah terbukti.
B. Perbuatan melawan hukum
Dalam hal ini, perbuatan melawan hukum yang dimaksud itu mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil dan materiil. Jadi, meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, tetapi jika perbuatan itu dirasa melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat, perbuatan itu dapat dikenakan pidana.
Unsur ini telah terpenuhi mengingat dalam melakukan tindak pidananya, Terdakwa telah melanggar beberapa ketentuan yang tercantum dalam Perda Padang Panjang dan beberapa tindakan lain yang dianggap bertentangan seperti menarik telaah staf dari Asisten III, mentransfer dana perusahaan dengan tujuan yang tidak jelas dan tanpa konfirmasi terlebih dahulu serta melanggar prinsip Prudencial.
C. Memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi
Maksud dari unsur ini adalah menambah kekayaan diri sendiri, orang lain atau korporasi. Unsur ini telah terpenuhi mengingat dalam melakukan tugasnya sebagai
Direktur sebuah BUMD, Terdakwa telah memperkaya dirinya sendiri dan orang lain
sebab dana yang berasal dari rekening BUMD yang bersangkutan telah dipindahkan
secara melawan hukum ke beberapa rekening, seperti :
Rekening An. Nayun Winangun (Rp 130.000.000,-)
Rekening An. Teguh Riyanto (Rp 145.000.000,-)
Rekening An. Heru Harianto (Rp 205.000.000,-)
Rekening An. Eddy Mulyono (Rp 105.000.000,-)
Rekening An. Idris (Rp 50.000.000,-)
Rekening An. Agustina (Rp 50.000.000,-)
Dan Terdakwa juga telah menikmati uang dari hasil tipikorya yang tampak dari aktivitas Terdakwa yang sering melakukan penarikan dana dari ATM.
D. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
Yang dimaksud dengan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam hal ini adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun.
Dalam hal ini, perlu diingat bahwa Perusahaan Daerah Tuah Saiyo Padang Panjang
adalah sebuah BUMD yang merupakan milik pemerintah daerah. Jadi jelas jika perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa telah merugikan keuangan daerah mengingat dana yang seharusnya digunakan untuk memajukan perekonomian daerah telah diselewengkan untuk kepentingan pribadi Terdakwa dan rekan-rekannya (yang dalam hal ini berjumlah sebesar Rp 635.000.000,-)
2. Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2001
“Selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, sebagai pidana tambahan adalah :
a. Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana di mana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula harga dari barang yang menggantikan barang barang tersebut.
b. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.”
Dalam hal ini perlu adanya alat-alat bukti lain antara lain keterangan ahli yang dapat menentukan dan membuktikan berapa sebenarnya jumlah harta yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.
3. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
“Dipidana sebagai pembuat delik :
1.Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan
perbuatan.
2.Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan
menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau
penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja
menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.”
Dalam hal ini, penggunaan pasal ini adalah tepat karena dalam kasus ini, terdakwa telah terlibat secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi.
4. Pasal 64 ayat (1) KUHP
“Jika ada beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, maka hanya diterapkan satu aturan pidana; jika berbeda-beda, yang diterapkan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.”
Dapat dilihat jika pasal ini mengatur tentang perbuatan berlanjut dan apabila kita kaitkan dengan kasus ini, maka unsur ini adalah terpenuhi karena selama melakukan tindak pidananya, Terdakwa telah melakukan serangkaian perbuatan melawan hukum ( penarikan telaah ekonomi, menarik dana tidak sesuai prosedur, melanggar Perda, melanggar prinsip Prudencial, dll)
Unsur-unsur dakwaan Subsidair jaksa penuntut umum dalam perkara No.2744 K/Pid/2006, antara lain:
1. Pasal 3 UU No. 31 tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 20 tahun 2001
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling sedikit 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan / atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah)”
Adapun unsur dalam pasal ini meliputi :
A. Setiap orang
Yang dimaksud dengan setiap orang dalam hal ini adalah pegawai negeri. Pegawai Negeri itu meliputi :
Pegawai Negeri sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang kepegawaian
Pegawai Negeri sebagaimana yang dimaksud dalam KUHP
Orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah
Orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah
atau
Orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat.
Dalam hal ini, Terdakwa adalah seorang Direktur Perusahaan Daerah Tuah Saiyo Padang Panjang yang merupakan sebuah BUMD pada saat melakukan tindak pidana korupsinya. Jadi unsur ini telah terbukti.
B. Menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi
Maksud dari unsur ini adalah menambah kekayaan diri sendiri, orang lain atau korporasi. Unsur ini telah terpenuhi mengingat dalam melakukan tugasnya sebagai
Direktur sebuah BUMD, Terdakwa telah memperkaya dirinya sendiri dan orang lain
sebab dana yang berasal dari rekening BUMD yang bersangkutan telah dipindahkan
secara melawan hukum ke beberapa rekening, seperti :
Rekening An. Nayun Winangun (Rp 130.000.000,-)
Rekening An. Teguh Riyanto (Rp 145.000.000,-)
Rekening An. Heru Harianto (Rp 205.000.000,-)
Rekening An. Eddy Mulyono (Rp 105.000.000,-)
Rekening An. Idris (Rp 50.000.000,-)
Rekening An. Agustina (Rp 50.000.000,-)
Dan Terdakwa juga telah menikmati uang dari hasil tipikorya yang tampak dari aktivitas Terdakwa yang sering melakukan penarikan dana dari ATM.
C. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan.
Yang dimaksud dengan wewenang adalah serangkaian hak yang melekat pada jabatan atau kedudukan dari pelaku tindak pidana korupsi untuk mengambil tindakan yang diperlukan agar tugas pekerjaannya dapat dilaksanakan dengan baik.
Sedangkan yang dimaksud dengan kesempatan adalah peluang yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku tindak pidana korupsi, peluang mana tercantum di dalam ketentuan-ketentuan tentang tata kerja yang berkaitan dengan jabatan atau kedudukan yang dijabat atau diduduki oleh pelaku tindak pidana korupsi, peluang mana tercantum di dalam ketentuan-ketentuan tentang tata kerja yang berkaitan dengan jabatan atau kedudukan yang dijabat atau diduduki oleh pelaku tindak pidana korupsi.
Sarana adalah cara kerja atau metode kerja yang berkaitan dengan jabatan atau kedudukan dari pelaku tindak pidana korupsi.
Adapun unsur dari pasal ini terbukti dengan adanya pelanggaran terhadap Pasal 9 Perda No.9 Tahun 2004 dimana wewenang seorang direktur adalah sebagai berikut:
a. Memimpin, mengurus dan membina perusahaan daerah menurut kebijaksanaan
yang digariskan Badan Pengawas dan Kepala Daerah ;
b. Menyampaikan rencana kerja lima tahunan clan rencana kerja anggaran
Perusahaan Daerah tahunan kepada Badan Pengawas untuk mendapat
pengesahan ;
c. Melakukan perubahan terhadap program kerja setelah mendapat persetujuan
Badan Pengawas ;
d. Membina Pegawai Perusahaan Daerah ;
e. Mengurus dan mengelola kekayaan Perusahaan Daerah ;
f. Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan ;
g. Mewakili Perusahaan Daerah baik di dalam maupun di luar Pengadilan ;
h. Menyampaikan laporan berkala mengenai seluruh kegiatan termasuk neraca dan
perhitungan laba rugi Perusahaan Daerah setiap tahun ;
Tetapi Terdakwa tidak melakukannya.
D. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
Yang dimaksud dengan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam hal ini adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun.
Dalam hal ini, perlu diingat bahwa Perusahaan Daerah Tuah Saiyo Padang Panjang
adalah sebuah BUMD yang merupakan milik pemerintah daerah. Jadi jelas jika perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa telah merugikan keuangan daerah mengingat dana yang seharusnya digunakan untuk memajukan perekonomian daerah telah diselewengkan untuk kepentingan pribadi Terdakwa dan rekan-rekannya (yang dalam hal ini berjumlah sebesar Rp 635.000.000,-)
2. Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2001
“Selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, sebagai pidana tambahan adalah :
a. Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana di mana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula harga dari barang yang menggantikan barang barang tersebut.
b. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.”
Dalam hal ini perlu adanya alat-alat bukti lain antara lain keterangan ahli yang dapat menentukan dan membuktikan berapa sebenarnya jumlah harta yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.
3. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
“Dipidana sebagai pembuat delik :
1.Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan
perbuatan.
2.Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan
menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau
penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja
menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.”
Dalam hal ini, penggunaan pasal ini adalah tepat karena dalam kasus ini, terdakwa telah terlibat secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi.
4. Pasal 64 ayat (1) KUHP
“Jika ada beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, maka hanya diterapkan satu aturan pidana; jika berbeda-beda, yang diterapkan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.”
Dapat dilihat jika pasal ini mengatur tentang perbuatan berlanjut dan apabila kita kaitkan dengan kasus ini, maka unsur ini adalah terpenuhi karena selama melakukan tindak pidananya, Terdakwa telah melakukan serangkaian perbuatan melawan hukum ( penarikan telaah ekonomi, menarik dana tidak sesuai prosedur, melanggar Perda, melanggar prinsip Prudencial, dll)
Analisis putusan Pengadilan
Putusan PN :
1. Menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana
“Secara bersama-sama melakukan Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan sebagai
perbuatan berlanjut”; Tepat sebab perbuatan Terdakwa telah memenuhi unsur-
unsur dari pasal yang didakwakan dan memang benar jika Terdakwa telah
melakukan tipikor dalam serangkaian perbuatan yang berlanjut.
2. Menjatuhkan pidana penjara kepada Terdakwa selama 4 tahun; Penjatuhan pidana
telah tepat tetapi lamanya dirasa kurang sebab tidak sesuai dengan perbuatan yang
telah Terdakwa lakukan.
3. Menetapkan lamanya Terdakwa berada dalam tahanan sebelum putusan ini
mempunyai kekuatan hukum tetap, akan dikurangkan seluruhnya dari pidana penjara
yang dijatuhkan ; Tepat karena sesuai dengan hukum dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
4. Menghukum Terdakwa dengan hukuman denda sebesar Rp. 200.000.000,- (dua ratus
juta rupiah) dengan ketentuan apabila pidana denda tidak dibayar, maka kepada
Terdakwa dikenakan hukuman pengganti berupa pidana kurungan selama 3 (tiga)
bulan ; Sebenarnya kurang tepat apabila dibandingkan dengan total kerugian
negara yang diakibatkan oleh perbuatan Terdakwa.
5. Menetapkan Terdakwa tetap berada dalam tahanan;
6. Memerintahkan agar barang bukti dikembalikan kepada PD. Tuah Saiyo Agar
barang yang dijadikan barang bukti tersebut dapat segera digunakan sesuai dengan
tujuan PD Tuah Saiyo.
Membebankan Terdakwa untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp 5.000,-
Putusan PT :
Menerima permintaan banding dari Penuntut Umum dan Terdakwa;
Menguatkan putusan PN Padang Panjang tanggal 10 Agustus 2006 No. 22/PID.B/2006/PN.PP;
Memerintahkan Terdakwa tetap ditahan;
Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa pada dua tingkat peradilan yang dalam tingkat banding ini saja ditetapkan Rp 1.000,-
Putusan MA :
Menolak permohonan kasasi baik dari Pemohon Kasasi I/ Jaksa Penuntut Umum maupun permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi II/ Terdakwa;
Melihat putusan yang telah dijatuhkan di atas, maka kita akan melihat suatu hal yang cukup unik dalam putusan MA ini dimana hal yang unik tersebut berkenaan pada pengenaan pemberian hukuman uang pengganti terhadap Terdakwa.
Sebenarnya jika kita cermati pada putusan-putusan yang telah dikeluarkan oleh MA sebelumnya, bukan untuk kali pertamanya kewajiban untuk membayar uang pengganti tidak dikenakan pada Terdakwa, seperti halnya yang terjadi pada Yurisprudensi MA No. 849 K/Pid/2004. Dalam putusan tersebut tidak ada suatu kewajiban yang dibebankan pada Terdakwa untuk membayar uang pengganti jika Penuntut umum tidak bisa membuktikan jika uang hasil tindak pidana korupsi tersebut telah digunakan untuk kepentingan Terdakwa.
Beranjak dari hal tersebut, apakah putusan MA yang demikian adalah tepat? Dalam hal ini, tidak bisa dikatakan mana yang benar dan mana yang salah, sebab untuk dapat menjatuhkan suatu hukuman, tentunya segalanya harus berdasarkan fakta-fakta yang telah ditemukan selama persidangan.
Tidak dijelaskan secara rinci bagaimana hal ini bisa terjadi. Tidak ada kesalahan terhadap dakwaan yang telah dikenakan terhadap Terdakwa. Maka berdasarkan hal tersebut, penulis hanya akan memberikan suatu penjelasan singkat terhadap pengenaan kewajiban untuk mengembalikan uang hasil korupsi.
Ketentuan mengenai pengembalian uang hasil tindak pidana korupsi sebenarnya diatur dalam pasal 18 ayat (1) UU No.31 tahun 1999 sebagaimana yang diatur dalam UU No. 20 tahun 2001 yang bunyinya sebagai berikut:
“Selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang hukum pidana, sebagai pidana tambahan adalah :
a. Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana di mana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula harga dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut;
b. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi;
c. Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun;
d. Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada terpidana;”
Kembali dalam hal ini penulis akan kembali memberikan penjelasan perihal pidana tambahan berdasarkan pasal yang didakwakan (dalam hal ini adalah Pasal 18 ayat (1) huruf b UU No. 20 tahun 2001) perihal pengenaan uang pengganti terhadap Terdakwa. Dalam hal ini penentuan besarnya uang pengganti yang dapat dikenakan tidak bisa begitu saja dibebankan kepada Terdakwa melainkan harus berdasarkan pada bukti yang kuat tentang hal itu (dalam hal ini adalah keterangan ahli) yang dapat menentukan dan membuktikan berapa sebenarnya jumlah harta benda yang diperoleh terpidana dari tindak pidana korupsinya. Dikatakan demikian sebab pelaksanaan pidana tambahan ini hanya sebatas hingga sebanyak-banyaknya sama dengan harta yang diperoleh dari hasil tindak pidana korupsi.
Meskipun demikian perihal “harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi” tidak terbatas pada harta yang diperoleh dari hasil tindak pidana korupsi yang masih dikuasai oleh terpidana pada waktu pengadilan menjatuhkan keputusannya, melainkan juga termasuk harta benda yang diperoleh dari hasil tindak pidana korupsi yang penguasaannya telah dialihkan pada orang lain. Hal yang serupa juga terjadi pada kasus ini, dimana pidana tambahan dapat dibebankan sesuai dengan jumlah yang secara nyata telah diterima dan dinikmati oleh Terdakwa.
Jadi, seperti yang kita ketahui bahwa tujuan diberlakukannya UU Tipikor adalah untuk memberantas korupsi dan menyelamatkan uang negara yang hilang akibat tindak pidana yang bersangkutan. Jika dikaitkan dengan kasus ini, kita mendapatkan suatu hal baru bahwa meskipun Terdakwa bersalah karena tindakan yang dilakukannya, berkaitan dengan uang pengganti masih harus dibuktikan apakah Terdakwa menggunakan uang tersebut secara utuh atau tidak (dalam hal ini seperti dinikmati bersama dengan orang lain). Semua ini kembali pada prinsip keadilan yang dikemukakan oleh Aristoteles yang lebih mengutamakan kelayakan dalam tindakan manusia, dimana hukuman yang dijatuhkan haruslah sepadan dengan apa yang dilakukan sehingga ia pantas untuk dihukum demikian disamping mengejar efek jera pada pelaku tindak pidana yang bersangkutan.
H. Daftar Pustaka
Amrullah, M. Arief, Dr., S.H., M.Hum., Tindak Pidana Pencucian Uang Money Laundering,Malang : Bayumedia, 2004.
Ginting, Jamin, S.H., M.H., Analisis dan Kaidah Hukum Putusan Mahkamah Agung Ri Tindak Pidana Korupsi (I), Tangerang : Universitas Pelita Harapan Press, 2009.
Ginting, Jamin, S.H., M.H., Analisis dan Kaidah Hukum Putusan Mahkamah Agung Ri Tindak Pidana Korupsi (II), Tangerang : Universitas Pelita Harapan Press, 2009.
Hartanti, Evi, S.H., Tindak Pidana Korupsi, Edisi Kedua, Sinar Grafika, 2007.
Prinst, Darwan, S.H., Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Bandung: P.T. Citra Aditya Bakti, 2002
Wiyono, R, S.H., Pembahasan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Edisi Kedua, Sinar Grafika, 2009.
Tanggal, 31 Januari 2007
A. Kaidah Hukum : Apabila jaksa / penuntut umum tidak dapat membuktikan bahwa uang negara dalam tindak pidana korupsi telah digunakan untuk kepentingan terdakwa, maka tuntutan perihal uang pengganti atas kerugian negara akibat tindak pidana korupsi yang bersangkutan tidak dapat dikabulkan oleh MA
B. Identitas Terdakwa :
Nama : Adi Nursyah
Umur : 37 tahun
Alamat : Jalan Abdul Hamid Hakim No. 52, Padang Panjang, Kecamatan Padang Panjang Barat.
Pekerjaan/ Jabatan : Mantan Direktur Perusahaan Daerah Tuah Saiyo Padang Panjang.
C. Pasal dan Kerugian Anggaran
Pasal yang Didakwakan :
a. Kesatu :
- Primair : Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang- Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP ;
- Subsidair : Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang- Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP
2. Kerugian Keuangan :
a. Jumlah : Rp. 685.000.000,- (enam ratus delapan puluh lima juta rupiah)
b. Berasal dari : Penyelewengan dana penyertaan modal II dari Pemda Padang Panjang yang seharusnya digunakan untuk pembiayaan Perusahaan Daerah Tuah Saiyo Padang Panjang.
D. Kasus Posisi :
Bahwa Perusahaan Daerah Tuah Saiyo Padang Panjang didirikan pada tanggal 11 Juli 1995 dengan dasar Perda Kota Madya Daerah Padang Panjang Tk.II Nomor : 8 Tahun 1995 yang kemudian diubah dengan Perda Nomor : 8 Tahun 2004 dengan nama Perusahaan Daerah Tuah Saiyo, yang bertujuan untuk mengelola dan memanfaatkan potensi daerah, sebagai sarana pengembangan perekonomian dalam rangka pembangunan daerah dan keuangan daerah serta menyerap tenaga kerja dan memupuk kekayaan/mencari keuangan dengan memperhatikan prinsip-prinsip ekonomi ;
Modal Perusahaan Daerah Tuah Saiyo Padang Panjang terdiri dari Penyertaan Modal Pemerintah Padang Panjang yang merupakan aset yang diserahkan, dan Penyertaan Modal Pihak Ketiga dengan persetujuan Kepala Daerah ;
Bahwa penyusunan APBD Kota Padang Panjang tahun 2005, Terdakwa sebagai Direktur Perusahaan Daerah Tuah Saiyo mengajukan permohonan kepada Walikota Padang Panjang untuk minta dana penyertaan modal dari Pemko Padang Panjang yang disetujui sebesar Rp. 1.000.000.000,- yang digunakan untuk penguatan modal lancar guna operasional perusahaan dalam mendapatkan profit, dalam hal ini adalah untuk melaksanakan program kerja dalam bidang produksi dan pemasaran kulit serta pemasaran batu kapur berikut pengadaan timbangan elektronik untuk batu kapur ;
Adapun tugas dan tanggung jawab Terdakwa selaku direktur adalah sesuai dengan pasal 9 Perda No.9 tahun 2004;
Bahwa Dana Penyertaan Modal untuk Perusahaan Daerah Tuah Saiyo sebesar Rp. 1.000.000.000,- yang dianggarkan pada APBD tahun 2005 dimasukkan pada pos pembiayaan dimana dana tersebut dicairkan dalam dua tahap yaitu tahap I tanggal 24 Maret 2005 sebesar Rp. 600.000.000,- dan tahap II tanggal 12 Juli 2005 sebesar Rp. 400.000.000,-;
Proses pencairan Dana Penyertaan Modal tahap I sebesar Rp.600.000.000,- dilakukan Terdakwa dengan cara mengajukan permohonan pencairan dana penyertaan modal kepada Walikota Padang Panjang berupa Proposal tertanggal 3 Maret 2005 melalui Bagian Perekonomian Pemko Padang Panjang. Proposal tersebut disetujui oleh Walikota Padang Panjang dan dana penyertaan modal tersebut dicairkan melalui bagian Keuangan yang menerbitkan SPMU untuk mencairkan dana tersebut di Kas Daerah (Bank Nagari) pada tanggal 24 Maret 2005. Dana tersebut langsung ditransfer ke rekening perusahaan;
Pencairan Dana Penyertaan Modal tahap II sebesar Rp 400.000.000,- dilakukan Terdakwa dengan cara mengajukan permohonan pada tanggal 30 Mei 2005 kepada Walikota melalui Kabag Perekonomian lalu Kabag Perekonomian membuat telaahan staf kepada Walikota dan laporan tersebut dinaikkan kepada Asisten III yang ditanggapi dengan telaahan staf dan rekomendasi bahwa uang di perusahaan masih ada lebih kurang Rp.422.000.000,- kalau perusahaan membutuhkan uang agar dilampirkan Proposal untuk apa penggunaan dana yang Rp. 400.000.000,- lagi dan rekomendasi tersebut disetujui oleh Walikota pada tanggal 28 Juni 2005 yang pada intinya menolak permohonan Terdakwa . Karena permohonan tersebut ditolak maka Terdakwa menemui Walikota untuk meminta agar dana Penyertaan Modal dicairkan, atas pertemuan tersebut Walikota meminta agar Kabag Perekonomian untuk menemui Walikota keesokan harinya di kantor. Kemudian keesokan harinya Kabag Perokonomian menemui Walikota tapi telaahan staf dari Asisten III ditarik Terdakwa dan tidak diberikan kepada Kabag Perekonomian, sehingga dana tersebut disetujui pada tanggal 29 Juni 2005 oleh Walikota untuk dicairkan oleh Terdakwa pada Bagian Keuangan Pemko Padang Panjang tanggal 12 Juli 2005 tanpa diketahui Walikota bahwa permohonan itu telah ditolak sebelumnya;
Bahwa Dana Penyertaan Modal yang diterima Perusahaan Daerah Tuah Saiyo sebesar Rp, 1.000.000.000,- sesuai Program kerja yang diajukan Terdakwa diperuntukkan guna membiayai program kerja Perusahaan Daerah Tuah Saiyo yaitu untuk meningkatkan Kinerja lndustri yang sudah ada terutama dalam bidang kulit dan batu kapur dengan beberapa program yang telah direalisasikan oleh Terdakwa selama penggunaannya.
Bahwa dalam menggunakan dana perusahaan.Terdakwa melakukan tanpa sepengetahuan atau seizin Badan Pengawas Perusahaan Daerah Tuah Saiyo. Hal ini bertentangan dengan Pasal 3 ayat (2) jo Pasal 9 huruf c Perda Kota Padang Panjang No. 9 Tahun 2004, hal ini tampak dari fakta bahwa tidak seluruh dana digunakan untuk membiayai program kerja dimaksud tetapi digunakan untuk hal lain di luar kepentingan Program kerja yaitu kepentingan pihak ke 3 yang tidak ada kaitan dengan Perusahaan Daerah Tuah Saiyo dan dalam pengeluaran dana tersebut dari kas perusahaan Terdakwa lakukan dengan prosedur yang salah yang tidak lazim dalam pengelolaan uang perusahaan (uang negara). yaitu pada tanggal 17 Mei 2005 Terdakwa mengaku menerima telpon HP dari seseorang yang mengaku sebagai Walikota Padang Panjang Suir Syam untuk meminjam dana tersebut. Atas permintaannya Terdakwa memerintahkan saksi MUNZIR untuk mengambil uang di rekening Bank Nagari Padang Panjang sebesar Rp. 30.000.000.- yang slip pengambilan uang tersebut ditandatangani oleh Terdakwa kemudian Terdakwa perintahkan untuk mentransfer uang tersebut ke rekening An. Mayun Winangun oleh saksi MUNZIR melalui Bank BNI Padang Panjang atas nama Suir Syam ;
Kemudian pada tanggal 18 Mei 2005 Terdakwa memerintahkan saksi MUNZIR untuk mengambil uang ke Bank Nagari Padang Panjang sebesar Rp. 50.000.000,-. Slip pengambilan uang tersebut ditandatangani oleh Terdakwa, kemudian Terdakwa memerintahkan MUNZIR untuk mengirim uang tersebut ke rekening An. Heru Henrianto melalui Bank BNI Padang Panjang atas nama Suir Syam ;
Masih pada tanggal 18 Mei 2006 kembali Terdakwa memerintahkan saksi MUNZIR untuk mengambil uang dari rekening perusahaan sebesar Rp. 100.000.000,- slip pengambilan uang tersebut ditandatangani oleh Terdakwa dan transfer uang tersebut sebenarnya dilakukan Terdakwa sendiri tetapi karena ramai, Terdakwa meminta isterinya untuk mengisi aplikasi dan mentransfer uang tersebut ke rekening An. Teguh Riyanto sebesar Rp. 50.000.000,- dan rekening An Mayun Winangun sebesar Rp. 50.000.000,- ;
Selanjutnya pada tanggal 19 Mei 2005 Terdakwa memerintahkan saksi MUNZIR untuk mengambil uang dari rekening perusahaan di Bank Nagari An. Teguh Riyanto sebesar Rp. 130.000.000,-. Pengambilan uang tersebut dilakukan melalui slip pengambilan yang ditandatangani oleh Terdakwa dan pengambilan dilakukan 2 kali, yang pertama sebesar Rp. 100.000.000,- dan yang kedua sebesar Rp. 30.000.000,- dan kemudian Terdakwa perintahkan saksi MUNZIR untuk mentransfer uang melalui Bank BNI Padang Panjang ke rekening An. Heru Henrianto sebesar Rp. 50.000.000,- atas nama H.M. Tamrin dan ke rekening Teguh Riyanto sebesar Rp. 30.000.000,- atas nama H.M. Tamrin dan ke rekening An. Mayun Winangun sebesar Rp. 50.000.000,- dengan pengirim Suir Syam ;
Kemudian pada tanggal 20 Mei 2005 Terdakwa memerintahkan saksi MUNZIR untuk mengambil uang dari rekening Bank Nagari Padang Panjang sebesar Rp. 50.000.000,- pengambilan uang tersebut melalui slip pengambilan uang yang Terdakwa tanda tangani sendiri dan kemudian Terdakwa perintahkan saksi MUNZIR untuk mentransfer uang tersebut ke rekening Teguh Riyanto sebesar Rp. 50.000.000,- atas nama HM. Tamrin ;
Selanjutnya pada tanggal 26 Mei 2005 Terdakwa memerintahkan Munzir untuk mengambil uang dari rekening perusahaan sebesar Rp. 15.000.000,- pengambilan uang dilakukan melalui slip pengambilan uang yang ditandatangani oleh Terdakwa sendiri dan kemudian Terdakwa memerintahkan saksi MUNZIR untuk mentransferkan uang tersebut ke rekening An. Teguh Riyanto sebesar Rp 15.000.000,- atas nama Suir Syam;
Kemudian pada tanggal 13 Juli 2005 Terdakwa perintahkan saksi Munzir untuk mengambil uang dari rekening perusahaan sebesar Rp. 150.000.000,- pengambilan uang tersebut melalui slip pengambilan uang yang ditandatangani oleh Terdakwa dan kemudian Terdakwa perintahkan stafnya yaitu Erita Syahminan untuk mentransfer melalui BNI Padang Panjang ke rekening An. Eddy Mulyono sebesar Rp. 55.000.000,- atas nama Suir Syam dan ke rekening An. Heru Henrianto sebesar Rp.55.000.000,- Atas nama Suir Syam. Sisa uang sebesar Rp 40.000.000,- dimasukkan ke rekening perusahaan oleh Terdakwa melalui Erita Syahminan;
Pada tanggal 14 Juli 2005 pagi harinya Terdakwa transfer uang bersama saksi Erita Syahminan ke rekening An. IDRIS dengan cara pemindah bukuan dari rekening perusahaan di Bank BNI Padang Panjang sebesar Rp. 50.000.000,-;
Kemudian pada tanggal 14 Juli 2005 setelah mentransfer uang ke IDRIS Terdakwa perintahkan saksi MUNZIR untuk mengambil uang dari rekening perusahaan di Bank Nagari sebesar Rp. 150.000.000,- pengambilan uang tersebut melalui slip pengambilan uang yang ditandatangani sendiri oleh Terdakwa kemudian Terdakwa bersama saksi Erita Syahminan pergi ke BNI Bukittinggi untuk mentransfer uang ke rekening An. Eddy Mulyono sebesar Rp. 50.000.000,- dengan pengirim An. Suir Syam, kemudian ke rekening An. Heru Henrianto sebesar Rp. 50.000.000,- dan ke rekening An. Agustina sebesar Rp. 50.000.000,- atas nama Suir Syam, sedangkan aplikasi pengiriman uang yang ditandatangani oleh Terdakwa;
Bahwa Terdakwa telah mentransfer sejumlah uang (dana perusahaan) ke beberapa nomor rekening tertentu, tanpa tujuan yang jelas dan tanpa konfirmasi terlebih dahulu kepada Walikota Padang Panjang sebagai orang yang diakui Terdakwa telah memintanya melalui HP untuk mentransfer, padahal Terdakwa tahu Nomor HP yang masuk tersebut bukan Nomor HP Walikota Padang Panjang yang lazim, melainkan nomor yang lain yang menurut Terdakwa diperoleh dari orang lain dan naifnya lagi perbuatan tersebut dilakukan oleh Terdakwa berulang-ulang sampai 15 kali pengiriman ke 6 nomor rekening dalam rentang waktu antara tanggal 17 Mei sampai 14 Juli 2005 yang merupakan jangka waktu 2 bulan merupakan jangka waktu yang panjang dan jangka waktu yang cukup untuk berfikir dan konfirmasi. Mengingat bahwa apabila dilihat jarak antara Kantor Terdakwa dengan Kantor Walikota Padang Panjang adalah suatu hal yang mustahil Terdakwa tidak bertemu atau tidak sempat bertemu dengan Walikota Padang Panjang untuk melakukan konfirmasi, sehingga dipandang sebagai perbuatan yang tidak patut dilakukan oleh Terdakwa selaku Direktur Perusahaan Daerah dan melanggar prinsip " Prudencial " yaitu prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan uang Negara ;
Bahwa berdasarkan Pasal 9 huruf f dan h perda Kota Padang Panjang No. 9 Tahun 2004 tentang pembentukan organisasi dan Tata Kerja Perusahaan Daerah Tuah Saiyo Padang Panjang yang mana Direktur wajib menyampaikan laporan berkala mengenai seluruh kegiatan termasuk neraca dan perhitungan laba rugi Perusahaan Daerah setiap tahun. Tetapi hal tersebut tidak dilakukan oleh Terdakwa ;
Bahwa perbuatan Terdakwa juga bertentangan dengan Perda Nomor 8 tahun 2004 tentang perubahan atas Perda Kodya Tk.II Kota Padang dan berdasarkan ketentuan yang lazim, penyimpanan dana di Bank tersebut atas nama Rekening Perusahaan. Dana di Bank tersebut atas nama Rekening Perusahaan Daerah dan Specimentnya ditanda tangani oleh Direktur dan bagian keuangan untuk menghindari pengeluaran/penarikan uang yang dilakukan orang pribadi, tetapi hal tersebut tidak dilakukan oleh Terdakwa;
Akibat perbuatan Terdakwa, negara dirugikan sebesar Rp 685.000.000,-;
E. Dakwaan
- Primair : Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang- Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP ;
- Subsidair : Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang- Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP
F. Tuntutan :
1. Menyatakan bahwa Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama.
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Adi Nursyah dengan pidana penjara selama 6 (enam) tahun dengan perintah agar Terdakwa ditahan. Menghukum Terdakwa dengan pidana denda sebesar Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) Subsidair 6 (enam) bulan kurungan ; Menghukum Terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp. 685.000.000,- (enam ratus delapan puluh lima juta rupiah) dan jika terpidana tidak membayar uang pengganti dipidana dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun
3. Menyatakan barang bukti untuk dikembalikan pada yang berhak;
4. Menetapkan supaya terdakwa dibebani biaya perkara sebesar Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah);
G. Putusan PN
a. Putusan :
- Menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana “Secara bersama-sama melakukan Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan sebagai perbuatan berlanjut”;
- Menjatuhkan pidana penjara kepada Terdakwa selama 4 tahun;
- Menetapkan lamanya Terdakwa berada dalam tahanan sebelum putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap, akan dikurangkan seluruhnya dari pidana penjara yang dijatuhkan ;
- Menghukum Terdakwa dengan hukuman denda sebesar Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila pidana denda tidak dibayar, maka kepada Terdakwa dikenakan hukuman pengganti berupa pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan ;
- Menetapkan Terdakwa tetap berada dalam tahanan;
- Memerintahkan agar barang bukti dikembalikan kepada PD. Tuah Saiyo.
- Membebankan Terdakwa untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp 5.000,-
b. Pertimbangan Hukum : -
H. Putusan PT
a. Putusan :
Menerima permintaan banding dari Penuntut Umum dan Terdakwa;
Menguatkan putusan PN Padang Panjang tanggal 10 Agustus 2006 No. 22/PID.B/2006/PN.PP;
Memerintahkan Terdakwa tetap ditahan;
Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa pada dua tingkat peradilan yang dalam tingkat banding ini saja ditetapkan Rp 1.000,-
b. Pertimbangan Hukum : -
I. Putusan MA (kasasi) :
a. Alasan-Alasan Pengajuan Kasasi :
1. Pemohon kasasi I :
Bahwa hakim PN Sumatra Barat tidak menerapkan hukum dengan sebagai mana mestinya dimana hukuman tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp 685.000.000,- tidak dikabulkan dalam putusan PN Sumatra Barat.
Bahwa tujuan uang pengganti tersebut adalah dalam rangka ganti kerugian atas keuangan negara.
2. Pemohon kasasi II :
Bahwa PN Sumatra Barat tidak menerapkan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan sebagaimana mestinya.
Bahwa baik PN Sumatra Barat dan PT Padang telah keliru dalam menerapkan unsur merugikan keuangan negara;
Bahwa pengadilan telah juga salah dalam menerapkan unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi.
b. Putusan :
Menolak permohonan kasasi baik dari Pemohon Kasasi I/ Jaksa Penuntut Umum maupun permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi II/ Terdakwa;
c. Pertimbangan Hukum :
1. Terhadap permohonan pemohon Kasasi I
Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, karena Judex Factie sudah tepat dan benar, yaitu tidak salah menerapkan hukum, sebab Jaksa/Penuntut Umum tidak dapat membuktikan bahwa uang sebesar Rp. 685.000.000,- (enam ratus delapan puluh lima juta rupiah) telah digunakan untuk kepentingan Terdakwa ;
2. Terhadap permohonan pemohon Kasasi II
Bahwa alasan-alasan ini tidak dapat dibenarkan, karena Judex Facti sudah tepat dan benar, yaitu tidak salah menerapkan hukum, lagi pula alasan- alasan tersebut mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, keberatan semacam itu tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi, karena pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenaan dengan tidak diterapkan suatu peraturan hukum atau peraturan hukum tidak diterapkan sebagaimana mestinya, atau apakah cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan Undang-Undang, dan apakah Pengadilan telah melampaui batas wewenangnya, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 253 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Undang-undang No. 8 Tahun 1981) ;
K. Analisis :
Korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus maupun pegawai negeri yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri sendiri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya dengan cara menyalahgunakan kekuasaan publik yang telah dipercayakan oleh rakyat kepada mereka.
Unsur-unsur dakwaan Primair jaksa penuntut umum dalam perkara No.2744 K/Pid/2006, antara lain:
Pasal 2 ayat (1) UU No.31 tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001
“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000, 00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000, 00 (satu miliar rupiah)”
Adapun yang dimaksud dengan “secara melawan hukum” dalam pasal ini mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil dan materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun jika perbuatan itu dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma keadilan yang berlaku dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana. Perlu dipahami jika perbuatan tindak pidana korupsi itu merupakan delik formil.
Adapun unsur-unsur yang harus dibuktikan adalah sebagai berikut :
Setiap orang
Perbuatan melawan hukum
Memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi
Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
A. Setiap orang
Yang dimaksud dengan setiap orang dalam hal ini adalah pegawai negeri. Pegawai Negeri itu meliputi :
Pegawai Negeri sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang kepegawaian
Pegawai Negeri sebagaimana yang dimaksud dalam KUHP
Orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah
Orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah
atau
Orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat.
Dalam hal ini, Terdakwa adalah seorang Direktur Perusahaan Daerah Tuah Saiyo Padang Panjang yang merupakan sebuah BUMD pada saat melakukan tindak pidana korupsinya. Jadi unsur ini telah terbukti.
B. Perbuatan melawan hukum
Dalam hal ini, perbuatan melawan hukum yang dimaksud itu mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil dan materiil. Jadi, meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, tetapi jika perbuatan itu dirasa melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat, perbuatan itu dapat dikenakan pidana.
Unsur ini telah terpenuhi mengingat dalam melakukan tindak pidananya, Terdakwa telah melanggar beberapa ketentuan yang tercantum dalam Perda Padang Panjang dan beberapa tindakan lain yang dianggap bertentangan seperti menarik telaah staf dari Asisten III, mentransfer dana perusahaan dengan tujuan yang tidak jelas dan tanpa konfirmasi terlebih dahulu serta melanggar prinsip Prudencial.
C. Memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi
Maksud dari unsur ini adalah menambah kekayaan diri sendiri, orang lain atau korporasi. Unsur ini telah terpenuhi mengingat dalam melakukan tugasnya sebagai
Direktur sebuah BUMD, Terdakwa telah memperkaya dirinya sendiri dan orang lain
sebab dana yang berasal dari rekening BUMD yang bersangkutan telah dipindahkan
secara melawan hukum ke beberapa rekening, seperti :
Rekening An. Nayun Winangun (Rp 130.000.000,-)
Rekening An. Teguh Riyanto (Rp 145.000.000,-)
Rekening An. Heru Harianto (Rp 205.000.000,-)
Rekening An. Eddy Mulyono (Rp 105.000.000,-)
Rekening An. Idris (Rp 50.000.000,-)
Rekening An. Agustina (Rp 50.000.000,-)
Dan Terdakwa juga telah menikmati uang dari hasil tipikorya yang tampak dari aktivitas Terdakwa yang sering melakukan penarikan dana dari ATM.
D. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
Yang dimaksud dengan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam hal ini adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun.
Dalam hal ini, perlu diingat bahwa Perusahaan Daerah Tuah Saiyo Padang Panjang
adalah sebuah BUMD yang merupakan milik pemerintah daerah. Jadi jelas jika perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa telah merugikan keuangan daerah mengingat dana yang seharusnya digunakan untuk memajukan perekonomian daerah telah diselewengkan untuk kepentingan pribadi Terdakwa dan rekan-rekannya (yang dalam hal ini berjumlah sebesar Rp 635.000.000,-)
2. Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2001
“Selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, sebagai pidana tambahan adalah :
a. Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana di mana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula harga dari barang yang menggantikan barang barang tersebut.
b. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.”
Dalam hal ini perlu adanya alat-alat bukti lain antara lain keterangan ahli yang dapat menentukan dan membuktikan berapa sebenarnya jumlah harta yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.
3. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
“Dipidana sebagai pembuat delik :
1.Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan
perbuatan.
2.Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan
menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau
penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja
menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.”
Dalam hal ini, penggunaan pasal ini adalah tepat karena dalam kasus ini, terdakwa telah terlibat secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi.
4. Pasal 64 ayat (1) KUHP
“Jika ada beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, maka hanya diterapkan satu aturan pidana; jika berbeda-beda, yang diterapkan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.”
Dapat dilihat jika pasal ini mengatur tentang perbuatan berlanjut dan apabila kita kaitkan dengan kasus ini, maka unsur ini adalah terpenuhi karena selama melakukan tindak pidananya, Terdakwa telah melakukan serangkaian perbuatan melawan hukum ( penarikan telaah ekonomi, menarik dana tidak sesuai prosedur, melanggar Perda, melanggar prinsip Prudencial, dll)
Unsur-unsur dakwaan Subsidair jaksa penuntut umum dalam perkara No.2744 K/Pid/2006, antara lain:
1. Pasal 3 UU No. 31 tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 20 tahun 2001
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling sedikit 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan / atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah)”
Adapun unsur dalam pasal ini meliputi :
A. Setiap orang
Yang dimaksud dengan setiap orang dalam hal ini adalah pegawai negeri. Pegawai Negeri itu meliputi :
Pegawai Negeri sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang kepegawaian
Pegawai Negeri sebagaimana yang dimaksud dalam KUHP
Orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah
Orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah
atau
Orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat.
Dalam hal ini, Terdakwa adalah seorang Direktur Perusahaan Daerah Tuah Saiyo Padang Panjang yang merupakan sebuah BUMD pada saat melakukan tindak pidana korupsinya. Jadi unsur ini telah terbukti.
B. Menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi
Maksud dari unsur ini adalah menambah kekayaan diri sendiri, orang lain atau korporasi. Unsur ini telah terpenuhi mengingat dalam melakukan tugasnya sebagai
Direktur sebuah BUMD, Terdakwa telah memperkaya dirinya sendiri dan orang lain
sebab dana yang berasal dari rekening BUMD yang bersangkutan telah dipindahkan
secara melawan hukum ke beberapa rekening, seperti :
Rekening An. Nayun Winangun (Rp 130.000.000,-)
Rekening An. Teguh Riyanto (Rp 145.000.000,-)
Rekening An. Heru Harianto (Rp 205.000.000,-)
Rekening An. Eddy Mulyono (Rp 105.000.000,-)
Rekening An. Idris (Rp 50.000.000,-)
Rekening An. Agustina (Rp 50.000.000,-)
Dan Terdakwa juga telah menikmati uang dari hasil tipikorya yang tampak dari aktivitas Terdakwa yang sering melakukan penarikan dana dari ATM.
C. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan.
Yang dimaksud dengan wewenang adalah serangkaian hak yang melekat pada jabatan atau kedudukan dari pelaku tindak pidana korupsi untuk mengambil tindakan yang diperlukan agar tugas pekerjaannya dapat dilaksanakan dengan baik.
Sedangkan yang dimaksud dengan kesempatan adalah peluang yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku tindak pidana korupsi, peluang mana tercantum di dalam ketentuan-ketentuan tentang tata kerja yang berkaitan dengan jabatan atau kedudukan yang dijabat atau diduduki oleh pelaku tindak pidana korupsi, peluang mana tercantum di dalam ketentuan-ketentuan tentang tata kerja yang berkaitan dengan jabatan atau kedudukan yang dijabat atau diduduki oleh pelaku tindak pidana korupsi.
Sarana adalah cara kerja atau metode kerja yang berkaitan dengan jabatan atau kedudukan dari pelaku tindak pidana korupsi.
Adapun unsur dari pasal ini terbukti dengan adanya pelanggaran terhadap Pasal 9 Perda No.9 Tahun 2004 dimana wewenang seorang direktur adalah sebagai berikut:
a. Memimpin, mengurus dan membina perusahaan daerah menurut kebijaksanaan
yang digariskan Badan Pengawas dan Kepala Daerah ;
b. Menyampaikan rencana kerja lima tahunan clan rencana kerja anggaran
Perusahaan Daerah tahunan kepada Badan Pengawas untuk mendapat
pengesahan ;
c. Melakukan perubahan terhadap program kerja setelah mendapat persetujuan
Badan Pengawas ;
d. Membina Pegawai Perusahaan Daerah ;
e. Mengurus dan mengelola kekayaan Perusahaan Daerah ;
f. Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan ;
g. Mewakili Perusahaan Daerah baik di dalam maupun di luar Pengadilan ;
h. Menyampaikan laporan berkala mengenai seluruh kegiatan termasuk neraca dan
perhitungan laba rugi Perusahaan Daerah setiap tahun ;
Tetapi Terdakwa tidak melakukannya.
D. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
Yang dimaksud dengan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam hal ini adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun.
Dalam hal ini, perlu diingat bahwa Perusahaan Daerah Tuah Saiyo Padang Panjang
adalah sebuah BUMD yang merupakan milik pemerintah daerah. Jadi jelas jika perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa telah merugikan keuangan daerah mengingat dana yang seharusnya digunakan untuk memajukan perekonomian daerah telah diselewengkan untuk kepentingan pribadi Terdakwa dan rekan-rekannya (yang dalam hal ini berjumlah sebesar Rp 635.000.000,-)
2. Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2001
“Selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, sebagai pidana tambahan adalah :
a. Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana di mana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula harga dari barang yang menggantikan barang barang tersebut.
b. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.”
Dalam hal ini perlu adanya alat-alat bukti lain antara lain keterangan ahli yang dapat menentukan dan membuktikan berapa sebenarnya jumlah harta yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.
3. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
“Dipidana sebagai pembuat delik :
1.Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan
perbuatan.
2.Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan
menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau
penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja
menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.”
Dalam hal ini, penggunaan pasal ini adalah tepat karena dalam kasus ini, terdakwa telah terlibat secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi.
4. Pasal 64 ayat (1) KUHP
“Jika ada beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, maka hanya diterapkan satu aturan pidana; jika berbeda-beda, yang diterapkan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.”
Dapat dilihat jika pasal ini mengatur tentang perbuatan berlanjut dan apabila kita kaitkan dengan kasus ini, maka unsur ini adalah terpenuhi karena selama melakukan tindak pidananya, Terdakwa telah melakukan serangkaian perbuatan melawan hukum ( penarikan telaah ekonomi, menarik dana tidak sesuai prosedur, melanggar Perda, melanggar prinsip Prudencial, dll)
Analisis putusan Pengadilan
Putusan PN :
1. Menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana
“Secara bersama-sama melakukan Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan sebagai
perbuatan berlanjut”; Tepat sebab perbuatan Terdakwa telah memenuhi unsur-
unsur dari pasal yang didakwakan dan memang benar jika Terdakwa telah
melakukan tipikor dalam serangkaian perbuatan yang berlanjut.
2. Menjatuhkan pidana penjara kepada Terdakwa selama 4 tahun; Penjatuhan pidana
telah tepat tetapi lamanya dirasa kurang sebab tidak sesuai dengan perbuatan yang
telah Terdakwa lakukan.
3. Menetapkan lamanya Terdakwa berada dalam tahanan sebelum putusan ini
mempunyai kekuatan hukum tetap, akan dikurangkan seluruhnya dari pidana penjara
yang dijatuhkan ; Tepat karena sesuai dengan hukum dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
4. Menghukum Terdakwa dengan hukuman denda sebesar Rp. 200.000.000,- (dua ratus
juta rupiah) dengan ketentuan apabila pidana denda tidak dibayar, maka kepada
Terdakwa dikenakan hukuman pengganti berupa pidana kurungan selama 3 (tiga)
bulan ; Sebenarnya kurang tepat apabila dibandingkan dengan total kerugian
negara yang diakibatkan oleh perbuatan Terdakwa.
5. Menetapkan Terdakwa tetap berada dalam tahanan;
6. Memerintahkan agar barang bukti dikembalikan kepada PD. Tuah Saiyo Agar
barang yang dijadikan barang bukti tersebut dapat segera digunakan sesuai dengan
tujuan PD Tuah Saiyo.
Membebankan Terdakwa untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp 5.000,-
Putusan PT :
Menerima permintaan banding dari Penuntut Umum dan Terdakwa;
Menguatkan putusan PN Padang Panjang tanggal 10 Agustus 2006 No. 22/PID.B/2006/PN.PP;
Memerintahkan Terdakwa tetap ditahan;
Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa pada dua tingkat peradilan yang dalam tingkat banding ini saja ditetapkan Rp 1.000,-
Putusan MA :
Menolak permohonan kasasi baik dari Pemohon Kasasi I/ Jaksa Penuntut Umum maupun permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi II/ Terdakwa;
Melihat putusan yang telah dijatuhkan di atas, maka kita akan melihat suatu hal yang cukup unik dalam putusan MA ini dimana hal yang unik tersebut berkenaan pada pengenaan pemberian hukuman uang pengganti terhadap Terdakwa.
Sebenarnya jika kita cermati pada putusan-putusan yang telah dikeluarkan oleh MA sebelumnya, bukan untuk kali pertamanya kewajiban untuk membayar uang pengganti tidak dikenakan pada Terdakwa, seperti halnya yang terjadi pada Yurisprudensi MA No. 849 K/Pid/2004. Dalam putusan tersebut tidak ada suatu kewajiban yang dibebankan pada Terdakwa untuk membayar uang pengganti jika Penuntut umum tidak bisa membuktikan jika uang hasil tindak pidana korupsi tersebut telah digunakan untuk kepentingan Terdakwa.
Beranjak dari hal tersebut, apakah putusan MA yang demikian adalah tepat? Dalam hal ini, tidak bisa dikatakan mana yang benar dan mana yang salah, sebab untuk dapat menjatuhkan suatu hukuman, tentunya segalanya harus berdasarkan fakta-fakta yang telah ditemukan selama persidangan.
Tidak dijelaskan secara rinci bagaimana hal ini bisa terjadi. Tidak ada kesalahan terhadap dakwaan yang telah dikenakan terhadap Terdakwa. Maka berdasarkan hal tersebut, penulis hanya akan memberikan suatu penjelasan singkat terhadap pengenaan kewajiban untuk mengembalikan uang hasil korupsi.
Ketentuan mengenai pengembalian uang hasil tindak pidana korupsi sebenarnya diatur dalam pasal 18 ayat (1) UU No.31 tahun 1999 sebagaimana yang diatur dalam UU No. 20 tahun 2001 yang bunyinya sebagai berikut:
“Selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang hukum pidana, sebagai pidana tambahan adalah :
a. Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana di mana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula harga dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut;
b. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi;
c. Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun;
d. Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada terpidana;”
Kembali dalam hal ini penulis akan kembali memberikan penjelasan perihal pidana tambahan berdasarkan pasal yang didakwakan (dalam hal ini adalah Pasal 18 ayat (1) huruf b UU No. 20 tahun 2001) perihal pengenaan uang pengganti terhadap Terdakwa. Dalam hal ini penentuan besarnya uang pengganti yang dapat dikenakan tidak bisa begitu saja dibebankan kepada Terdakwa melainkan harus berdasarkan pada bukti yang kuat tentang hal itu (dalam hal ini adalah keterangan ahli) yang dapat menentukan dan membuktikan berapa sebenarnya jumlah harta benda yang diperoleh terpidana dari tindak pidana korupsinya. Dikatakan demikian sebab pelaksanaan pidana tambahan ini hanya sebatas hingga sebanyak-banyaknya sama dengan harta yang diperoleh dari hasil tindak pidana korupsi.
Meskipun demikian perihal “harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi” tidak terbatas pada harta yang diperoleh dari hasil tindak pidana korupsi yang masih dikuasai oleh terpidana pada waktu pengadilan menjatuhkan keputusannya, melainkan juga termasuk harta benda yang diperoleh dari hasil tindak pidana korupsi yang penguasaannya telah dialihkan pada orang lain. Hal yang serupa juga terjadi pada kasus ini, dimana pidana tambahan dapat dibebankan sesuai dengan jumlah yang secara nyata telah diterima dan dinikmati oleh Terdakwa.
Jadi, seperti yang kita ketahui bahwa tujuan diberlakukannya UU Tipikor adalah untuk memberantas korupsi dan menyelamatkan uang negara yang hilang akibat tindak pidana yang bersangkutan. Jika dikaitkan dengan kasus ini, kita mendapatkan suatu hal baru bahwa meskipun Terdakwa bersalah karena tindakan yang dilakukannya, berkaitan dengan uang pengganti masih harus dibuktikan apakah Terdakwa menggunakan uang tersebut secara utuh atau tidak (dalam hal ini seperti dinikmati bersama dengan orang lain). Semua ini kembali pada prinsip keadilan yang dikemukakan oleh Aristoteles yang lebih mengutamakan kelayakan dalam tindakan manusia, dimana hukuman yang dijatuhkan haruslah sepadan dengan apa yang dilakukan sehingga ia pantas untuk dihukum demikian disamping mengejar efek jera pada pelaku tindak pidana yang bersangkutan.
H. Daftar Pustaka
Amrullah, M. Arief, Dr., S.H., M.Hum., Tindak Pidana Pencucian Uang Money Laundering,Malang : Bayumedia, 2004.
Ginting, Jamin, S.H., M.H., Analisis dan Kaidah Hukum Putusan Mahkamah Agung Ri Tindak Pidana Korupsi (I), Tangerang : Universitas Pelita Harapan Press, 2009.
Ginting, Jamin, S.H., M.H., Analisis dan Kaidah Hukum Putusan Mahkamah Agung Ri Tindak Pidana Korupsi (II), Tangerang : Universitas Pelita Harapan Press, 2009.
Hartanti, Evi, S.H., Tindak Pidana Korupsi, Edisi Kedua, Sinar Grafika, 2007.
Prinst, Darwan, S.H., Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Bandung: P.T. Citra Aditya Bakti, 2002
Wiyono, R, S.H., Pembahasan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Edisi Kedua, Sinar Grafika, 2009.