Putusan MA No. 1226 K/Sip/1977
Tanggal 22 Mei 1978
A. Kaidah Hukum : Soal besarnya ganti rugi (karena meninggalnya anak penggugat oleh tidak hati- hatinya tergugat) dalam soal ini pada hakikatnya lebih merupakan soal kelayakan
dan kepatutan, yang tidak dapat didekati dengan suatu hukum;
B. Identitas Para Pihak :
1.Penggugat :
a. Nama : A. Thamrin
b. Alamat : Jln. Kebon Kosong 20 No. 5, Jakarta
2.Tergugat :
a. Tergugat 1 :
Nama : PT. Merantama;
Alamat : Jln. Garuda No. 30, Jakarta;
b. Tergugat II :
Nama : Harun Al Rasjid;
Alamat : Jln. Menteng Belakang No. 62, Bogor;
C. Duduk Perkara :
Bahwa pada tanggal 22/4/1971 pada jam 10.15 anak Penggugat yang pada waktu itu sedang mengendarai sepeda di Jln. Keramat Raya di depan gang Lontar di muka rumah No. 87 telah ditabrak oleh bus Meratama milik Tergugat I yang dalam hal ini dikendarai oleh Tergugat II;
Bahwa akibat kejadian itu, anak Penggugat meninggal seketika di tempat kejadian;
Bahwa pada tanggal 19 September 1973 Tergugat II telah dihukum secara pidana akibat perbuatannya tersebut;
Bahwa anak Penggugat adalah seorang anak yang diharapkan oleh keluarganya, dan karenanya pihak Penggugat merasa sangat dirugikan sehingga mengajukan gugatan ganti rugi;
D. Putusan PN :
a. Putusan :
Mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian;
Menghukum Tergugat I dan II secara tanggung renteng untuk membayar ganti kerugian pada Penggugat sebesar Rp 10.000.000,- ditambah dengan bunga sebesar 6% setahun sejak perkara ini diajukan di pengadilan sampai di bayar lunas;
Menyatakan putusan ini dapat dijalankan lebih dahulu walaupun ada banding kasasi dan perlawanan lainnya;
Menghukum para Tergugat untuk membayar biaya perkara;
b. Pertimbangan Hukum :
Bahwa nyawa manusia tidak dapat diukur dengan apapun dan mengenai masalah ganti kerugian itu hanya sekedar suatu bentuk kelayakan semata;
E. Putusan PT :
a. Putusan :
Menerima permohonan banding;
Menguatkan Putusan PN Jakarta Pusat;
Mengabulkan gugatan terbanding penggugat untuk sebagian;
Menghukum pembanding dahulu Tergugat I dan turut terbanding dahulu Tergugat II secara tanggung renteng untuk membayar ganti rugi kepada terbanding dahulu penggugat sebesar Rp 1.500.000,- ditambah dengan bunga sebesar 6% setahun sejak perkara ini diajukan di Pengadilan sampai dibayar lunas;
Menolak gugatan selebihnya;
Menghukum pembanding dahulu gugatan I untuk membayar biaya perkara dalam kedua tingkatan;
b. Pertimbangan Hukum :
Bahwa menyebabkan matinya orang lain adalah suatu perbuatan melawan hukum, walaupun peristiwa itu terjadi secara tidak sengaja;
Tujuan lembaga ganti kerugian dalam hukum adat adalah untuk memulihkan perimbangan hukum;
Bahwa ganti rugi dapat diminta dalam bentuk uang;
Majikan bertanggung jawab atas perbuatan pegawainya dalam lingkup pekerjaan;
F. Putusan MA (Kasasi) :
a. Alasan Pengajuan Kasasi :
1.Penggugat :
- Bahwa meskipun Putusan PT sama dengan PN, kenapa jumlah ganti
ruginya hanya sebesar Rp 1.500.000,-
- Bahwa keputusan hukum terhadap Tergugat II bukanlah suatu pemulihan
terhadap keseimbangan dalam hukum adat;
2.Tergugat I :
- Bahwa PN dan PT tidak memperhatikan memori banding Tergugat bahwa :
- Tidak ada hubungan kerja antara Tergugat I dan Tergugat II;
- Tidak ada perbuatan melawan hukum dalam tabrakan tersebut;
- Tidak jelas apakah Tergugat II dapat dipertanggung jawabkan;
- Bahwa tidak tepat putusan PT mendasarkan putusan pada hukum adat;
- Bahwa PT salah dalam pertimbangannya yang menyatakan bahwa tidak perlu dipersoalkan lagi soal menyebabkan matinya orang lain adalah perbuatan melawan hukum;
- Bahwa PN salah dalam keputusannya bahwa karena tidak disangkal
kemudian dianggap terbukti (dalam hubungan kerja antara Tergugat I dan II);
- Bahwa PN salah karena telah menyimpulkan adanya perbuatan melawan hukum atas dasar Tergugat II telah dihukum penjara 8 bulan dengan masa percobaan 2 tahun;
- Bahwa karena tabrakan itu soal kecelakaan maka kesalahan hanya dapat ditimpakan pada sopir saja;
b. Putusan Kasasi :
Menolak permohonan kasasi dari Penggugat dan Tergugat I dengan perbaikan putusan PT Jakarta Pusat tanggal 10 Januari 1977 No. 77/1976/PT. Perdata sehingga menjadi :
- Menghukum Tergugat I dan II secara tanggung renteng untuk membayar ganti
kerugian pada Penggugat sebesar Rp 10.000.000,- ditambah dengan bunga sebesar
6% setahun sejak perkara ini diajukan di pengadilan sampai di bayar lunas;
Menghukum Tergugat I untuk membayar biaya perkara untuk kasasi;
c. Pertimbangan Hukum :
Penggugat :
- Soal besarnya ganti rugi dalam soal ini pada hakikatnya lebih merupakan soal
kelayakan dan kepatutan, yang tidak dapat didekati dengan ukuran apapun;
Tergugat I :
- Pengadilan Tinggi Jakarta Pusat tidak salah dalam menerapkan hukum
G. Analisis
Yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum adalah suatu perbuatan yang melanggar hukum yang dilakukan oleh seseorang yang karena salahnya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain (pasal 1365 KUHPer). Perbuatan melawan hukum memiliki 3 kategori, yaitu:
Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan
Perbuatan melawan hukum tanpa unsur kesalahan
Perbuatan melawan hukum karena kelalaian.
Dan perlu dipahami juga apabila perbuatan melawan hukum tidak disebabkan oleh wanprestasi kontrak.
Dalam kasus ini, dapat kita lihat bahwasannya jika kasus ini disebabkan oleh perbuatan melawan hukum karena kelalaian yang dilakukan oleh Tergugat II yang saat itu terikat hubungan kerja dengan Tergugat I hingga menabrak anak dari Penggugat I. Seperti yang kita ketahui bahwa suatu bentuk kelalaian yang menyebabkan matinya seseorang telah diatur dalam KUHP, lantas jika memang demikian, apa hubungannya dengan perbuatan melawan hukum.
Oleh karena itu perlu kita lihat unsur pasal 1365 KUHPer:
Setiap perbuatan
Bahwa yang dimaksud dengan perbuatan dalam hal ini tidak terbatas semata pada hal perdata tetapi juga menyangkut perbuatan lain apabila perbuatan itu dirasa bertentangan dengan hukum dan norma yang berlaku di masyarakat
Melanggar hukum
Membawa kerugian bagi orang lain
Bahwa dalam hal ini ada pihak lain yang dirugikan oleh karena perbuatan tersebut
Ganti Kerugian
Oleh karena kerugiannya yang ditanggung, pihak yang mengalami kerugian dalam meminta ganti rugi pada pelaku perbuatan tersebut secara perdata.
Dilihat dari unsur pasal di atas, maka jelas bahwa perbuatan yang dilakukan oleh Tergugat II termasuk dalam perbuatan melawan hukum dan dalam hal ini, putusan Pengadilan Tinggi menegaskannya.
Dan melihat secara keseluruhan putusan ketiga lembaga pengadilan tersebut (PN, banding dan kasasi), dapat dikatakan jika ketiganya telah menerapkan hukum dengan benar (dimana dalam hal ini saya katakan jika saya setuju). Bahwa benar jika tujuan lembaga ganti kerugian dalam hukum adat adalah untuk mengembalikan keseimbangan hukum. Dalam hal ini saya tegaskan bahwa bukankah itu adalah salah satu dari tujuan dari hukum itu sendiri, terlepas dari apakah itu hukum adat atau hukum negara.
Bahwa dengan dibawanya Tergugat I sebagai salah satu pihak Tergugat juga adalah tepat karena hal ini juga sesuai dengan pasal 1367 KUHPer dimana dikatakan terutama sekali pada ayat (3) yang menyatakan bahwa :
“Majikan-majikan dan mereka yang mengangkat orang-orang lain untuk mewakili urusan-urusan mereka, adalah bertanggung jawab tentang kerugian yang diterbitkan oleh pelayan-pelayan atau bawahan-bawahan mereka didalam melakukan pekerjaan untuk mana orang-orang ini dipakainya.”
Perlu diingat dalam hal ini saya menggunakan kaidah hukum yang lama dimana UU Ketenagakerjaan belum ada dan berlaku sebagai undang-undang. Unsur dari pasal itu adalah sebagai berikut:
Majikan-majikan
Dalam hal ini Tergugat I berperan sebagai majikan yang mempekerjakan Tergugat II sebagai seorang supir.
Mengangkat orang lain
Mewakili urusan-urusan mereka
Dalam hal ini Tergugat II mewakili kepentingan Tergugat I dalam melakukan pekerjaannya dalam bidang transportasi
Bertanggung jawab atas kerugian
Bawahan selama melakukan pekerjaan
Dalam hal ini Tergugat II melakukan kesalahan dengan menabrak anak Penggugat
Jadi dari hal-hal yang saya sebutkan di atas, tampak jelas jika keterlibatan Tergugat I dalam hal ini adalah jelas sehingga apakah soal Tergugat I adalah pantas untuk menjadi Tergugat tidak usah dipertanyakan lagi.
Dan juga adalah benar apabila ganti rugi itu tidak terbatas pada bentuk tertentu selama bentuk ganti rugi itu tidak bertentangan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Mengenai kaidah hukum yang dijadikan dasar baik oleh Pengadilan pada tingkat PN, banding dan kasasi bahwa :
“Soal besarnya ganti rugi (karena meninggalnya anak penggugat oleh tidak hati-hatinya tergugat) dalam soal ini pada hakikatnya lebih merupakan soal kelayakan dan kepatutan, yang tidak dapat didekati dengan suatu hukum”
Hal itu adalah tepat sebab memang tidak ada suatu peraturan khusus yang menentukan besarnya jumlah ganti kerugian tersebut dan jika memang demikian, bagaimana cara menentukan besarnya jumlah ganti rugi tersebut? Tentunya kita tidak akan bisa menggunakan hukum oleh karenanya karena semuanya kembali pada masalah kepatutan dan kelayakan yang kiranya dapat diterima oleh kedua belah pihak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar